SIAPA yang menyangka Presiden Amerika Serikat Donald Trump bersama Ibu Negara Melania Trump terpapar Covid-19. Negara superpower itu superketat mengawal presiden. Jika ada acara kunjungan kerja ke luar negeri, pengamanan darat, laut, udara lebih dahulu dikerahkan sebelum kepala negara mengadakan lawatan. Intinya, presiden aman dan nyaman!
Tapi, untuk kali ini presiden dunia itu harus bertekuk lutut. Dan tidak bisa mengelak dari virus yang mematikan. Trump dengan tim sukses terpapar corona pascadebat kandidat presiden melawan pesaing Joe Biden. Trump terkonfirmasi positif Covid-19. Berita ini tidaklah mengejutkan. Karena secara terang-terangan, Trump suka sekali tidak taat protokol kesehatan.
Presiden ke-45 Amerika itu kerap tampil tanpa masker. Bahkan, dia tidak percaya dengan Covid-19. Padahal jumlah positif corona di negeri Paman Sam ini sudah menyentuh angka 7,3 juta kasus serta menewaskan 200 ribu orang. Lagi-lagi Trump menganggapnya biasa-biasa saja. Sikap Presiden itu, berakhir menjadi bumerang yang tidak mengenakkan bagi diri sendiri.
Di tengah-tengah kampanye calon presiden–sikap Trump menyepelekan Covid-19 di masa pandemi memprihatinkan. Bagaimana ia melindungi rakyatnya? Dirinya saja terancam! Sikap keras kepala itu ditunjukkan juga rakyat Indonesia. Unjuk rasa menolak Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang meluas di Tanah Air tidak mematuhi protokol kesehatan.
Prihatin! Rakyat menumbuhsuburkan penyebaran virus corona baru. Demo yang berlangsung sejak Rabu lalu (7/10), tidak memakai masker, menjaga jarak, apalagi mencuci tangan. Demo yang terjadi di sejumlah ibu kota provinsi di Indonesia sudah melupakan bahayanya pandemi. Peserta demo tidak menyayangi lagi pesan ibu, bapak, serta kakak dan adikmu di rumah.
Yang ada hanyalah nafsu agar UU baru itu dicabut. Harusnya demonstran sangat bijak menyampaikan aspirasinya, di tengah pandemi dengan tetap mempertimbangkan risiko diri dan orang lain. Jangan kau bawa pulang Covid-19 ke rumah! Tidak satu pun anak-anak bangsa menyadari bahayanya kerumunan saat demo berlangsung. Menyedihkan!
Sejak awal Covid-19 mewabah, Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota mengingatkan orang usia tua, pneumonia, sesak napas, hipertensi merupakan faktor yang mempercepat kematian pasien corona. Hasil penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) terungkap rata-rata usia pasien Covid-19 yang meninggal dunia adalah 58,2 tahun. Ini kelompok rentan disusul pengidap pneumonia.
Terpapar Covid-19 berawal dari batuk, demam, dan sesak napas. Hipertensi juga meningkatkan risiko kematian dua kali lipat. Seperti aksi penolakan UU Omnibus Law di Lampung langsung dikawal Kapolda Irjen Purwadi Arianto. Jenderal bintang dua tidak segan-segan menegur peserta demo agar tetap mematuhi protokol kesehatan dengan memakai masker.
Secara kasat mata serta video viral, peserta demo mengabaikan protokol kesehatan. Saling lempar batu, berimpitan, bergandengan tangan, tidak jaga jarak. Dan sebagian besar tidak menggunakan masker. Mereka datang dari berbagai perguruan tinggi dan sekolah di daerah ini.
***
Mahasiswa hari ini adalah potret masa depan Indonesia. Tapi sejak awal mereka sudah tidak mematuhi protokol kesehatan. Pekan ini, pasien Covid-19 di negeri ini lebih 300 ribu orang, dan 235 orang meninggal. Untuk di Lampung saja, terpapar lebih 1.000 orang dan meninggal dunia 37orang. Siap-siap demonstrasi UU Omnibus Law menjadi klaster baru virus corona.
Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Lampung Reihana juga mengingatkan waspadai klaster baru. Salah satu penyebab penularannya adalah tidak menjaga jarak. Contohnya, demonstrasi. Hari ini, protokol kesehatan tidak bisa ditawar-tawar lagi karena pandemi belum bisa dikendalikan.
Berkali-kali diingatkan, penularan Covid-19 terjadi dari tubuh manusia saat bersin, batuk, serta berbicara. Virus ini juga belum ada vaksinnya. Ia bisa menyebar melalui aerosol yang bercampur di udara dan terhirup. Tidak terlihat. Jika terinfeksi dan tidak tertangankan, nyawa pun direnggutnya.
Kehadiran pemimpin dan tokoh panutan menjadi harapan guna memutus rantai penyebaran virus. Contohnya, Pemkab Pesisir Barat mengapresiasi Saibatin Puniakan Dalom Beliau (SPDB) Pangeran Edward Syah Pernong, gelar Sultan Sekala Bkhak Yang Dipertuan ke-23 Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Bkhak Kepaksian Pernong.
Edward mengumpulkan 16 saibatin marga di Pesisir Barat menggelar acara sosialisasi guna memutus mata rantai penyebaran Covid-19. “Rasa haru. Acara ini membuktikan, Sultan memiliki komitmen tinggi memutus rantai penyebaran Covid-19. Apalagi melibatkan para saibatin lebih efektif, karena masyarakat adat bisa mengawal warganya, disiplin menerapkan protokol kesehatan,” kata Kepala Dinas Kesehatan Pesisir Barat, Tedy Zadmiko di Lamban Gedung di Pekon Way Napal, Krui, Rabu (7/10).
Pangeran juga menyerukan masyarakat memutus penyebaran Covid-19 yang efektif adalah memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun di air mengalir. Wabah ini adalah cobaan yang datangnya dari Allah. Harus dihadapi dengan menerapkan protokol kesehatan. Jangan lupa selalu berdoa agar pandemi segera berlalu dari bumi Indonesia.
Jadi janganlah sombong. Ingat lagi, seorang Presiden Amerika juga negara-negara maju lainnya memiliki standar protokoler dan kesehatan tertinggi di dunia saja terpapar Covid-19. Apalagi pendemo yang sama sekali tidak menerapkan protokol kesehatan. Jangan heran kalau kurva penambahan kasus positif Covid-19 di bumi pertiwi terus mendaki, belum melandai.
Harusnya kita belajar dari pengalaman! Demo yang berlangsung selama negeri ini berdiri, dilatarbelakangi berbagai persoalan yang menyentuh kepentingan rakyat. Tapi tidak untuk demo kali ini! Walaupun ada urusan dengan rakyat, unjuk rasa di tengah pandemi akan membawa banyak korban karena memicu penyebaran Covid-19. Tunggu saja!
Lalu siapa yang menjadi dalang demo UU Omnibus Law sehingga meluas dan anarkistis hampir seluruh kota di Indonesia? Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengetahui ada kelompok orang yang menggerakkannya, sehingga terjadi aksi besar-besaran beberapa hari ini.
Menteri mengungkapkan ada sponsor di balik aksi penolakan UU Omnibus Law. Mereka memiliki ego sektoral tanpa memikirkan nasib rakyat yang turun ke jalan. “Para tokoh ini tidak ada di lapangan, mereka di balik layar,” ujar dia. Demo sengaja diciptakan karena mengganggu kelompok bisnis.
Akan tetapi, serikat buruh membantah ada sponsor di balik demo. Bantahan disampaikan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Namun, skenario terlihat jelas. Hari ini mahasiswa turun ke jalan. Esoknya buruh. Ada yang sengaja menyulut amarah rakyat—membakar fasilitas publik.
Bangsa ini menjadi hanyut dibuatnya. Demo pun bersahutan karena mudah dihasut. Tidak sadarkah jika negeri ini mau dibelah-belah kepentingan sesaat. Protokol kesehatan tidak menjadi harga mati lagi karena saatnya memanfaatkan perut rakyat yang lapar dampak dari pandemi corona. ***