
SAKING hitnya sinetron Si Doel Anak Sekolahan di layar kaca pada era 1992—2003–tidak tanggung-tanggung ada “Warung Si Doel” di Tanah Suci, Mekah. Warung yang menyediakan makan khas Indonesia itu untuk jemaah haji. Mulai dari bakso, soto, hingga sop buntut. Tidak ada pilihan lagi, menunya sangat pas untuk lidah orang Indonesia.
Memang Si Doel mampu menyedot perhatian jemaah Indonesia. Bahkan, film layar lebar Si Doel The Movie yang mulai tayang 2 Agustus, mampu membuat baper dan menangis penonton. Film mengisahkan drama cinta segitiga Sarah, Zaenab, dan Doel–mampu membawa haru penonton.
Tidak terasa, air mata pun mengalir ketika Doel bertemu anak kandungnya—buah pernikahan dengan Sarah. Bahkan, 14 tahun dia masih dalam ikatan perkawinan sah. Sarah tidak kuat menahan bahwa anaknya ingin ketemu ayahnya. Lebih tragis lagi, api cemburu membakar Sarah. Dia minta diceraikan karena Doel diketahui menikahi Zaenab secara siri.
Dalam film berdurasi 85 menit itu, kerinduan penonton terobati. Doel dan Mandra berkisah berangkat ke Belanda yang sudah “diatur” Hans–saudara Sarah. Di Negeri Kincir Angin, Doel bertemu bininya. Berkeluh kesah soal anak kandungnya. Padahal sebelum berangkat, Doel diamanahkan Mak Nyak (Ibu Doel) untuk tidak mencari Sarah lagi.
Mak Nyak, yang tergeletak hampir delapan tahun akibat buta dan lumpuh, itu mengisyaratkan agar anaknya tetap mencintai Zaenab. Sedangkan Sarah adalah sosok wanita manja yang dicintainya, karena memberikan seorang anak yang ganteng. Tumbuh dan cerdas. Di sisi lain, Doel juga tidak ingin menyakiti hati Zaenab yang bersusah payah menjaga Mak Nyak sakit.
Pertentangan batin antara cinta dan nasihat sang ibu untuk anak. Emosi penonton diolah, dibius menikmati indahnya anak manusia yang dicintai dua wanita sekaligus. Selama 11 hari tayangan di bioskop di negeri ini, film Si Doel The Movie mampu meraup Rp50,61 miliar dengan tiket terjual 1,368 juta lembar. Tayangan iklan di media sosial ikut menyedot penonton dari kalangan anak muda.
Baca Juga : https://lampost.co/epaper/kolom/refleksi/44-tahun-bersolek/
Katalog
Data katalog film Indonesia mengungkapkan, Si Doel The Movie berada di urutan kelima film nasional setelah Dilan 1990, lalu Danur 2: Maddah, #Teman Tapi Menikah, dan Jailangkung 2. Bahkan, film yang diangkat dari sinetron Si Doel Anak Sekolahan tayang perdana di bioskop bersejarah di Amsterdam, Belanda, bernama Pathe Tuschinski. Film tersebut akan ada sambungannya. Seperti apa akhir dari cinta Sarah, Zaenab, dan Doel.
Jika penonton tidak mengikuti sinteron Si Doel Anak Gedongan (2005) lalu Si Doel Anak Pinggiran (2011), akan terputuslah alur cerita dari kisah cinta Sarah dengan Doel. Seperti apa Zaenab bercerai dengan pengusaha yang menikahinya. Pastinya, selama 26 tahun kegalauan Doel, terkuak dalam film terbaru itu. Mengapa Sarah dalam keadaan hamil muda pergi meninggalkan Doel? Zaenab yang sudah hamil duluan keguguran? Mengapa dia minta cerai? Hingga bagaimana nasib Ahong?
Pelajaran
Banyak pelajaran ditorehkan dalam film Si Doel The Movie. Ada ketegasan lelaki. Cinta dua anak manusia. Tanggung jawab seorang ayah kepada anak dan istri yang berpisah selama 14 tahun. Memperkenalkan destinasi wisata–museum Belanda, banyak menyimpan sejarah negeri ini. Dalam banyak cerita, Rano Karno menggarap sinetron Si Doel itu terinspirasi dari film Si Doel Anak Betawi yang tayang pada 1972.
Ketika itu, Rano Karno yang masih berusia 12 tahun ikut membintangi film Si Doel Anak Betawi. Mantan Gubernur Banten berperan sebagai Doel dikisahkan hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat sekolah rakyat (SR) atau sekolah dasar. Doel protes mengapa sampai SR. Akhirnya pada 1993, mulailah dia menulis naskah sinetron Si Doel Anak Sekolahan. Rano langsung berperan sebagai Kasdoellah alias Doel.
Ternyata tidak hanya berhenti di serial Si Doel Anak Sekolahan, Rano pun menggarap kisah Si Doel Anak Gedongan, lalu Anak Pinggiran. Kini, Si Doel The Movie yang sudah mengentak hati penonton di bioskop di Tanah Air. “Filmnya menginspirasi. Kami bernostalgia,” kata Anto–yang sengaja membawa anak dan istrinya menonton film tersebut.
Drama kehidupan rakyat Betawi yang selalu terpinggirkan karena arogansi kekuasaan dan pembangunan. Tokoh Sabeni–ayah Doel yang diperankan Benyamin Syueb banyak mengeritik kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat. Walaupun anaknya sudah lulus kuliah meraih titel tukang insinyur, masih juga susah mendapatkan pekerjaan. Kalaupun kerja, harus jauh dari orang tua—merantau ke Kalimantan, dalam kisah tersebut.
Babe Si Doel adalah sosok penyayang, polos, dan tegas. “Buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau masih juga menganggur,” kata Babe Sabeni menyesalkan bahwa pendidikan tinggi selalu identik dengan mudahnya mencari kerja. Bagi Si Doel, cita-cita sang bapak sebuah doa untuk mengubah nasibnya. Dalam banyak film dan sinetron, Si Doel juga adalah sosok pemuda yang agamais dan idealis dalam kehidupan.
Akankah kisah Si Doel itu berlanjut? Yang jelas, film ini ikut melestarikan adat dan budaya Betawi mulai terpinggirkan. Masa depan Dul, Abdullah–anak biologis dari Sarah, dan Doel adalah masa depan masyarakat Betawi. Kalau Sabeni adalah tokoh kolotan. Si Doel mengubah nasibnya dengan sekolah menjadi insinyur. Dan cucunya, Dul adalah generasi millennial–benteng terakhir menjaga Betawi dari impitan kemajuan teknologi. ***