KEJAHATAN luar biasa yang pantas disandang kasus korupsi. Saking ingin musnahnya kejahatan tersebut di negeri ini, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 43/2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Peraturan teranyar ini melibatkan partisipasi publik. Memberantas korupsi ternyata tidak cukup dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, kejaksaan, dan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar. Masyarakat harus sama-sama mengobarkan perang melawan korupsi. Anak bangsa berani melaporkan dugaan korupsi tanpa mengubar fitnah.
Tengoklah walaupun sudah ada peraturan baru, penegak hukum di bidang korupsi ini, juga peringatan pencegahan, ternyata masih ada pejabat yang disuap. Adalah di Kabupaten Bekasi, Minggu (14/10/2018), puluhan orang termasuk bupati Bekasi dan direksi Lippo Group terjaring operasi tangkap tangan (OTT). Mereka terlibat kasus izin properti Meikarta. Ini adalah persoalan moral dan tabiat suap serta korup.
Lampung
Beberapa pekan lalu di Lampung, KPK menggelar rapat pembekalan bagi penyidik korupsi untuk meningkatkan kapasitasnya. Polisi, jaksa bersama-sama penyidik KPK sejalan melakukan penegakan hukum. Ditambah lagi terbitnya PP No 43/2018, membuat rakyat tidak ragu lagi dan berperan aktif mengungkapkan kasus korupsi.
Peraturan yang diteken Presiden Joko Widodo pada 17 September 2018 itu harus diikuti langkah-langkah taktis dengan dokumen valid. Pastinya birokrat tidak mencoba-coba lagi berbuat korupsi. Termasuk menerima suap atas jabatanyang melekat dalam dirinya. Tetapi PP pemberantasan korupsi yang melibatkan masyarakat itu masih dianggap miring.
Mengapa? Sebab, pelaksanaan proyek pembangunan berpotensi berjalan lamban lantaran banyak pejabat takut tersangkut korupsi. “Pejabat sangat hati-hati menggunakan anggaran. Ini cenderung membuat pembangunan berjalan lamban. Di sisi lain pejabat dituntut cepat melaksanakan pembangunan,” kata Wakil Ketua MPR, Mahyudin.
Yang jelas, kata wakil rakyat, PP teranyar ini menjadi terapi kejut bagi birokrat yang masih doyan korupsi. Apalagi peraturan itu hadir di saat penegak hukum terutama KPK, tengah gencar memberantas korupsi. Mulai dari hulu hingga hilir dibenahinya. Mulai pelaporan hingga pencegahan sudah dilakukan. Banyak menteri, kepala daerah, juga anggota parlemen, dan hakim masih juga dibui KPK. Negeri ini sudah darurat korupsi.
Ingat. Anak-anak bangsa harus memerangi korupsi tanpa berhenti! Tapi perlu juga diingatkan, laporan pengaduan korupsi haruslah disertai bukti-bukti yang kuat—tidak fitnah. Sehingga memudahkan aparat menggalinya. Bukan opini yang cenderung membunuh karakter orang.
Ditentang
Jaksa Agung HM Prasetyo menyadari terbitnya PP No 43/2018 sempat ditentang aktivis antikorupsi. Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), contohnya. Mereka menilai peraturan itu membuka peluang bagi oknum aktivis menjadi pemeras karena dirangsang imbalan. Tidak hanya aktivis, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dipastikan akan menyalahgunakan peraturan tersebut.
Ingat. Anak-anak bangsa harus memerangi korupsi tanpa berhenti!
Pemerintah sepertinya keliru melakukan pendekatan antikorupsi dengan memberikan imbalan uang. Ini menumbuhsuburkan perilaku lapor-melapor. Di tengah kemaruknya korupsi, pemerintah harus memperbaiki tata kelola birokrasi. Dari tingkat pusat hingga daerah. Tidak mungkin ada korupsi tanpa kolusi dan nepotisme dalam jajaran birokrasi.
Baca juga : https://lampost.co/epaper/kolom/refleksi/energi-kebencian/
Harus dihindari juga bahwa imbalan pelapor kasus korupsi yang dijanjikan tidak membebani keuangan negara. Regulasi baru ini memperkuat upaya bersama-sama memberantas praktik lancung di negeri ini. Selama ini juga terkesan, rakyat apatis. Mengapa? Sebab, mereka bukan korban dari praktik korupsi.
Mencegah korupsi, Indonesia harus belajar dari Singapura. Negeri Kepala Singa itu secara tegas menyita barang koruptor senilai korupsi. Koruptor tidak boleh memiliki rekening bank, tidak boleh punya kartu kredit, juga tidak boleh memiliki paspor. Hebatnya lagi kartu tanda penduduk (KTP) diberi tanda berwarna merah.
Koruptor di Singapura itu juga tidak boleh naik kendaraan pribadi, hanya diperbolehkan naik kendaraan umum. Keluarganya harus menanggung asuransi kesehatan. Dan pengadilan tipikornya menghukum maksimal enam bulan penjara. Jika melanggar salah satu peraturan tersebut, ditahan lagi tiga bulan. Singapura memberikan alasan mengapa koruptor tidak dihukum lama di penjara. Sebab, akan menghabiskan duit negara.
Doktrin
Maka itu harus disadarkan bahwa korupsi telah merugikan rakyat bahkan memiskinkan negara. Perlu dikumandangkan doktrin yang membuat sadar tidak berperilaku koruptif. Banyak penyelenggara negara memandang sinis PP No 43/2018. Sebab, ruang geraknya sudah sempit untuk membobol uang rakyat.
Dalam peraturan baru itu, masyarakat berhak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi praktik korupsi. Hak lain, memperoleh pelayanan dalam mencari dan memberikan informasi kepada penegak hukum. Hak menyampaikan saran dan pendapat kepada penegak hukum. Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yang diberikan, serta hak memperoleh perlindungan hukum.
Banyak yang diuntungkan dari regulasi baru itu. Tidak hanya KPK, Polri, dan kejaksaan, juga Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) makin kuat dengan partisipasi publik. Identitas pelapor dilindungi. Jika tidak dijamin, penegak hukum melanggar peraturan. Jadi apa yang salah dengan peraturan baru itu? Hanya orang-orang tidak ikhlas yang terbakar jenggotnya. ***