
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) benar-benar menunjukkan komitmennya. Setelah memberikan wejangan kepada Gubernur Lampung Arinal Djunaidi dan Wakil Gubernur Chusnunia Chalim, pada pertengahan bulan lalu (12/6), kini tim khusus KPK ke Lampung untuk melakukan pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi.</span>
Dalam pertemuan dengan Wakil Gubernur, Senin (1/7), Tim Koordinasi Supervisi dan Pencegahan (Korsupgah) KPK, Dian Patria, berbicara lantang di hadapan pejabat pemegang anggaran. Dalam tiga tahun terakhir, Lampung masuk zona merah korupsi. Pengadaan barang dan jasa adalah contoh nyata!
Jadi wajar jika peringatan keras disampaikan KPK di awal kepemimpinan Arinal. “Meski sudah menggunakan sistem layanan online dalam pengadaan barang dan jasa, Lampung masih banyak intervensi. Praktik di lapangan belum banyak perubahan,” tegas Dian. Yang dirusak adalah sistem layanan pengadaan secara elektronik (LPSE) tender proyek.
Setelah memberikan wejangan di kantor Pemprov, Dian dan kawan-kawan terus melakukan tekanan pencegahan kepada aparatur daerah. Kamis lalu (3/7), di hadapan pejabat Tulangbawang. Isinya sama. Mengingatkan agar membenahi prosedur tender.
Di kabupaten dan kota di Lampung, sistem LPSE rentan diretas sehingga tidak memberikan manfaat yang signifikan bagi pemberantasan korupsi. Lampung masuk zona merah. Zona itu dibuktikan dengan adanya operasi tangkap tangan (OTT). Dalam hitungan bulan selama tahun 2018—2019, KPK sudah mengangkut tiga bupati di Lampung ke Kuningan. Mereka adalah Bupati Lampung Tengah Mustafa, menyusul Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan, dan terakhir Bupati Mesuji Khamami.
Tidak hanya bupati berkasus suap dan gratifikasi dana infrastruktur, anak buahnya dan pengusaha, juga anggota parlemen ikut menguras duit rakyat. Sudah cukup tiga kepala daerah yang dibui. Selebihnya harus memperbaiki tata pengelolaan agar bebas korupsi dan transparansi dalam menggunakan uang rakyat.
Hal itu sangat beralasan karena hasil riset Indonesia Corruption Watch pada April lalu mencatat bahwa praktik korupsi masih terjadi di Indonesia. Pada 2018, kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp9,929 triliun. Sedangkan pengembalian hasil kasus korupsi masih tergolong lemah.
Angka kerugian akibat korupsi itu pasti termasuk Lampung. Sebab, tiga bupati di sini ditangkap akibat kasus suap. Jika ini tidak dibenahi, KPK akan terus melakukan OTT. Itu sudah janji dan komitmen Wakil Ketua KPK Saut Situmorang untuk melakukan penindakan bagi pejabat yang korup.
Jika pengelolaan dibenahi, KPK menjamin Lampung berpotensi bertengger di peringkat ketiga nasional pencegahan korupsi dari hasil evaluasi capaian Monitoring Center for Prevention (MCP). Tahun lalu, sudah di peringkat keempat. Harus dipertahankan, jika perlu peringkat ketiga—jadi percontohan daerah lainnya untuk mewujudkan clean government dan good governance.
Baca juga: https://lampost.co/epaper/kolom/refleksi/tuhan-masih-ada/
Kolusi
Memang secara kasat mata, kolusi anggaran terjadi di Gedung DPRD. Ketika pengesahan anggaran ada uang ketuk palu. Perilaku itu mengarah ke tindak pidana korupsi. Praktik seperti ini tercium KPK. Tim Korsupgah kembali menyampaikan kondisi terkini di Lampung. “Mbok ya jangan diteruskan,” tegas Dian di hadapan Bupati Tulangbawang Winarti, Kamis (4/7) lalu.
Mau bukti? Saut Situmorang memaparkan di depan Komisi III dalam rapat dengar pendapat. Sampai Juni 2019, tindak pidana korupsi yang ditangani KPK, ternyata anggota DPR dan DPRD masih mendominasi. Wakil rakyat menjadi juara korupsi. Dari seluruh kasus korupsi, kasus suap-menyuap tertinggi disusul pengadaan barang dan jasa.
Bagaimana kalau tidak mau jadi juara korupsi? Harusnya parlemen jadi motor memerangi korupsi. Caranya? Melakukan berbagai penguatan aturan pemberantasan korupsi. Dalam tiga bulan ke depan ini, DPR akan menggodok calon pimpinan KPK hasil seleksi. Pada tahap pendaftaran ini saja, sedikitnya 348 anak bangsa yang berminat menjadi komisioner KPK.
Mereka berlatar belakang akademisi, advokat, korporasi, jaksa, hakim, Polri, dan auditor. Bangsa ini berharap kepada tim seleksi dan parlemen untuk menghasilkan pimpinan KPK berintegritas. Ingat! Orang menyebut KPK dengan lembaga tiga huruf itu didesain khusus–unik, dan tidak dimiliki institusi lainnya.
Apa desain khusus KPK? Lembaga ini melahirkan kemampuan menindak korupsi dengan cepat dan tepat. KPK sebagai lembaga independen untuk mengikis korupsi. Awal lembaga ini dibentuk karena ketidakefektifan penegak hukum dalam menangani kasus korupsi. Artinya, siapa pun boleh mendaftar. Tidak ada jatah-jatahan di KPK dari lembaga manapun.
Dalam proses seleksi, panitia harus mampu mencari dan menghasilkan anak bangsa yang mumpuni–memimpin KPK. Tidak cukup berintegritas, pimpinan antirasuah juga bebas dari pengaruh radikalisme. Publik memberikan dorongan kuat, jangan sampai KPK dikendalikan oleh anak bangsa bermain di ruang politik. Belakangan tercium adanya isu pengelompokan internal KPK. Bahkan, menyangkut nilai ideologi yang berpengaruh kuat dalam menentukan kebijakan lembaga.
Jangan sampai negeri ini kecolongan! KPK harus bebas dari terpapar radikalisme. Calon pimpinan dicari tahu riwayat hidup dan keluarganya dari Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Sebagai panglima perang antikorupsi, mereka juga harus bebas dari kasus pencucian uang dan sindikat narkoba. ***







