Ruang Terbuka Hijau dan Imunitas

Fathul Mu’in Dosen UIN Raden Intan Lampung JUMLAH penduduk di dunia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan itu mengakibatkan ketidakseimbangan antara kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap individu dengan sumber daya alam dan lahan yang tersedia sehingga melahirkan berbagai persoalan, baik itu masalah sosial maupun masalah lingkungan. Masalah yang dihadapi di antaranya terjadi penurunan kualitas udara dan air. Umumnya, ini terjadi di daerah perkotaan dan padat penduduk. Padahal, sebelumnya hamparan lahan dan ruang terbuka hijau di setiap daerah masih sangat luas. Namun, seiring meningkatnya kebutuhan ruang untuk menampung kebutuhan manusia beserta aktivitasnya, terjadilah alih fungsi dan alih guna ruang terbuka secara besar-besaran. Ini terjadi di hampir seluruh negara, termasuk Indonesia. Alih fungsi ruang terbuka hijau yang terjadi di berbagai tempat merupakan akibat dari banyaknya permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh dan bersifat akseleratif untuk kegiatan pembangunan berbagai fasilitas, baik fasilitas pribadi maupun perkantoran, seperti gedung-gedung tinggi, termasuk di dalamnya untuk kemajuan teknologi, industri, dan transportasi yang makin hari memang makin berkembang. Hampir setiap hari orang membangun pabrik, pasar modern, perumahan, maupun proyek lainnya di tengah-tengah kota sehingga membuat ruang terbuka menyusut. Penyusutan ruang terbuka hijau tersebut di satu sisi memang sebuah keniscayaan dan menunjukkan kemajuan sebuah negara, tetapi di sisi lain hal itu merupakan masalah serius yang harus segera diatasi. Sebab, menurunnya kualitas dan kuantitas ruang publik tersebut, baik berupa ruang terbuka hijau maupun ruang terbuka nonhijau, berakibat pada menurunnya kualitas lingkungan perkotaan, seperti banjir, meningkatnya polusi udara, dan meningkatnya kerawanan sosial. Selain itu, juga mengakibatkan menurunnya produktivitas masyarakat akibat stres karena tempat berteduh dan bercengkerama sesama anak bangsa makin berkurang. Implementasi Undang-Undang Dampak buruk dari menyusutnya ruang terbuka hijau tersebut harus segera dicarikan solusinya. Salah satunya dengan penambahan ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau merupakan area yang memanjang berbentuk jalur dan atau area mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja di tanam. Ruang terbuka hijau sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyebutkan bahwa 30% wilayah kota harus berupa ruang terbuka hijau, yakni yang terdiri atas 20% publik dan 10% privat. Ruang terbuka hijau publik adalah ruang terbuka yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah, dalam hal ini adalah pemerintah kabupaten/kota, yang digunakan untuk kepentingan masyarakat umum. Ruang terbuka ini umumnya taman kota, hutan kota, sabuk hijau (green belt), dan lainnya. Sementara ruang terbuka hijau privat merupakan ruang terbuka yang dimiliki atau dikelola oleh institusi tertentu atau perseorangan, yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas. Ketentuan dalam undang-undang tersebut sangat ideal. Bahwa, sebagai sebuah kota yang maju juga harus memperhatikan aspek kesehatan lingkungan. Namun, faktanya, undang-undang tersebut belum sepenuhnya dijalankan oleh pemerintah daerah, khususnya daerah perkotaan. Masih banyak daerah perkotaan yang belum mengalokasikan 30% lahannya untuk ruang terbuka hijau, begitu juga dengan institusi maupun perseorangan yang masih sangat sedikit mengalokasikan lahannya untuk ruang terbuka yang ramah lingkungan. Di Bandar Lampung, misalnya, berdasarkan data dari Pemkot Bandar Lampung, jumlah ruang terbuka hijau hanya 11,08 persen dari 30% kebutuhan. Sementara hasil riset Wahana Lingkungan Hidup Lampung, setidaknya hanya tersisa 9,5% ruang terbuka hijau dari luas lahan Kota Bandar Lampung, tidak sampai pada angka 11,08%. Namun, sebagian lembaga, secara mandiri turut menciptakan ruang terbuka hijau, seperti UIN Raden Intan Lampung dan lembaga lainnya. Ke depan, pemerintah daerah harus lebih serius dalam mengelola perkotaan. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang harus benar-benar diimplementasikan. Ruang terbuka hijau yang saat ini sudah ada harus dikelola dengan baik dan dioptimalkan, jangan sampai justru dikurangi demi alasan membangun gedung pemerintah maupun lainnya. Izin mendirikan pusat perbelanjaan maupun perumahan di ruang terbuka hijau juga harus di setop. Pemerintah daerah juga harus mewajibkan setiap institusi maupun perorangan untuk menyiapkan ruang terbuka hijau di lingkungannya masing-masing. Dengan demikian, bencana lingkungan di perkotaan bisa dihindarkan. Proses pengawasan Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah harus diperketat. Jika ada pemerintah daerah yang tidak mengimplementasikan undang-undang tersebut, harus diberi sanksi tegas. Begitu juga pengawasan pemerintah daerah kepada lembaga nonpemerintah maupun perorangan juga harus ketat. Tiap lembaga maupun masyarakat yang melanggar juga harus diberi sanksi. Penguat Imunitas Tersedianya ruang terbuka hijau di perkotaan akan berdampak positif terhadap kesehatan masyarakat. Sebab, jika dilihat dari tujuannya, penyediaan ruang terbuka hijau adalah dalam rangka menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air, menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat, serta meningkatkan keserasiaan lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang nyaman, aman, segar, bersih, dan indah. Ruang terbuka hijau juga dapat menjalankan empat fungsi sekaligus. Pertama, fungsi ekologis, yakni sebagai paru-paru kota, sebagai pengatur iklim mikro, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap polutan dalam udara, air dan tanah, serta penahan angin. Kedua adalah fungsi sosial budaya. Fungsi ini di antaranya adalah menggambarkan ekspresi budaya lokal atau local wisdom sebagai media komunikasi dan tempat rekreasi masyarakat sekitar. Ruang terbuka hijau juga memiliki fungsi ketiga, yakni fungsi ekonomi. Setiap masyarakat bisa menjual produknya di ruang terbuka hijau. Dengan demikian, ekonomi semakin meningkat. Fungsi terakhir adalah estetika. Adanya ruang terbuka hijau bisa meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota, baik skala mikro (halaman rumah/lingkungan pemukiman) maupun makro (lansekap kota secara keseluruhan). Adanya ruang terbuka hijau yang cukup akan menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun. Setiap daerah tentunya berbeda-beda bahwa empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota, seperti perlindungan tata air, keseimbangan ekologis, dan konservasi hayati. Dari fungsi-fungsi tersebut, semuanya berdampak positif bagi kesehatan manusia. Disadari atau tidak bahwa setiap manusia memiliki ketertarikan pada sesuatu yang hijau dan sejuk, ketika datang ke tempat-tempat yang berbau alam, asri, banyak pepohonan, hati akan menjadi tenteram. Makin banyaknya ruang terbuka hijau di setiap daerah, kesehatan masyarakat akan meningkat. Ketersediaan ruang terbuka hijau yang cukup memiliki korelasi dengan meningkatnya imunitas masyarakat, terlebih saat pandemi Covid-19. Tidak bisa dipungkiri bahwa pandemi Covid-19 yang melanda dunia dalam dua tahun ini membuat imunitas masyarakat menurun. Banyak masyarakat yang stres karena kehilangan orang yang dicintai, menurunnya pendapatan, serta selalu dihantui rasa ketakutan. Oleh sebab itu, adanya ruang terbuka hijau membuat mereka bisa menghirup udara secara sehat serta bisa bersosialisasi dengan masyarakat lainnya. Dengan demikian, imunitas meningkat dan hidup akan menjadi lebih produktif. (*)

Ruang Terbuka Hijau dan Imunitas

Masalah yang dihadapi di antaranya terjadi penurunan kualitas udara dan air.

E-Paper Lampung Post, Edisi Kamis, 4 November 2021

Teroris

ricky marly

Teroris

Marseille Maupun Lazio Sama Kuat

Terduga Teroris Berstatus Kepala Sekolah

Jokowi Usul Pendanaan Iklim Negara Maju!

PGRI Dorong Penyesuaian Standar Seleksi PPPK II

BERITA TERBARU

TOP NEWS

Benang Merah Konflik Manusia dengan Satwa

23 Ribu Peserta Gagal Masuk SMA/SMK Negeri

Tembus Rp12,42 Miliar Ekonomi Syariah kian Kokoh

Jalur SPMB SMP Prioritaskan Jarak

Perencanaan Keuangan Kunci Kemapanan Finansial

Perkuat Akses Keuangan Inklusif

Kebingungan Peserta Warnai Hari Pertama SPMB

Buka Ekspor Sawit di Pasar Eropa

Perketat Pengawasan Truk ODOL

Kreatif Hadapi Efisiensi Anggaran

POPULAR POST

Pelantikan Pimpinan DPRD Lampura Berlangsung Sederhana

BPK RI Periksa Keuangan Polres Lampung Timur

Koran Digital Lampung Post, Edisi Rabu, 02 Juli 2025

Koran Digital Lampung Post, Edisi Kamis, 03 Juli 2025

Koran Digital Lampung Post, Edisi Jum’at, 04 Juli 2025

Tentang Kami

Alamat Kami

Iklan & Sirkulasi

Selamat Datang kembali!

Ambil kata sandi Anda