Sertifikasi Mencekik Pelaku Usaha

PANDEMI Covid-19 beberapa pekan terakhir mereda. Geliat ekonomi yang mengikutinya tentu amat ditunggu para pelaku usaha. Begitu pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) turun level, seluruh pelaku usaha melakukan simulasi menggerakkan aktivitasnya kembali dengan mengedepankan protokol kesehatan (prokes) ketat. Sektor wisata adalah salah satu contohnya. Mereka mempunyai tantangan memenuhi persyaratan harus memiliki sertifikat Cleanliness, Health, Safety, dan Environment Sustainability (CHSE). Sertifikat itu dikeluarkan Pusat Data Informasi sesuai Permen Parekraf Nomor 1/2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Kemeparekraf menjadikan sertifikat CHSE sebagai persyaratan usaha pariwisata kembali dibuka, mulai dari usaha hotel, restoran/rumah makan, pondok wisata/homestay, usaha wisata arung jeram, usaha wisata selam, dan usaha lapangan golf, juga desa wisata harus memenuhi persyaratan ini. Tujuannya jelas mengutamakan keselamatan pengunjung dari ancaman virus corona. Keberadaan sertifikat CHSE sebagai bentuk kehati-hatian pemerintah setelah guncangan pandemi melanda. Oleh karena itu, menghindari kerumunan dan konsisten menjalankan prokes harus tetap terjaga. Hal ini juga berlaku bagi pelaku usaha. Mereka wajib menjamin fasilitasnya bebas sumber penyakit, terutama paparan Covid-19. Sayang, sertifikat itu rencananya tidak diberikan gratis lagi. Kemenparekraf mematok tarif Rp10 juta untuk hotel dan Rp8 juta untuk restoran. Bahkan, pengusaha menyebut ada tarif mencapai Rp25 juta terkait kelas hotel. Di Lampung setidaknya sudah ada 77 tempat usaha yang mempunyai sertifikat CHSE, dengan kelas atau level berbeda-beda. Kebijakan ini tentu mendapatkan resistensi besar dari pelaku usaha pariwisata. Kejutan berupa varian baru pungutan yang harus mereka bayar di tengah upaya usaha mereka terpukul selama pandemi. Kali ini BPD PHRI Lampung menolak rencana CHSE yang dilakukan secara mandiri atau berbayar oleh Kemenparekraf. Alasannya sertifikat berbayar itu sangat menghambat upaya mereka yang masih berusaha bangkit. PHRI mengaku tetap mendukung penerapan CHSE sejak dulu, tetapi menolak sertifikasi mandiri atau berbayar. Apalagi sektor pariwisata di Lampung diklaim sangat mendorong meningkatkan perekonomian. Kontribusi sektor pariwisata tentu mendorong devisa daerah. Bahkan, lebih dalam juga dapat mengurangi angka pengangguran, serta mendorong usaha kecil dan menengah di sekitar lokasi. Wajar pula para pengusaha keberatan terhadap sertifikasi CHSE berbayar sebagai syarat wajib sangat membebani mereka. Pemerintah juga harus sadar menghentikan program ini, di tengah tidak menentunya perekonomian masyarakat. Jangan sampai para pelaku usaha wisata sudah jatuh tertimpa tangga. Lalu, tercekik pula oleh kebijakan sertifikasi. Jangan sampai program ini justru menjadi bumerang yang bakal menghantam ekonomi, akibat sektor wisata yang sulit berkembang. Menparekraf jangan sampai dituduh mencari kesempatan di tengah kesempitan mendapatkan keuntungan di tengah sulitnya masyarakat akibat pandemi Covid-19. Sebaliknya, kementerian ini harus menjadi garda terdepan usaha wisata bangkit. Ada banyak cara untuk memberikan layanan kepada masyarakat dengan gratis, apalagi kini pemerintah melalui KPCPEN menggencarkan beragam subsidi dan fasilitas fiskal. Sudah saatnya sertifikasi ataupun persyaratan bebas Covid-19 untuk rakyat diberikan gratis. Hal ini sebagai wujud layanan dan terima kasih pemerintan terhadap seluruh rakyat yang mau bekerja sama menekan pandemi. (*)

Sertifikasi Mencekik Pelaku Usaha

Geliat ekonomi yang mengikutinya tentu amat ditunggu para pelaku usaha.

Menjaga Raja Hutan Sumatra

Waspada, Makin Banyak Orang Depresi!

ricky marly

Waspada, Makin Banyak Orang Depresi!

BKSDA Sumsel Temukan 31 Satwa Dilindungi Korban Perdagangan Ilegal Mati

Kompolnas Nilai 56 Pegawai KPK Bisa Perkuat Polri Basmi Korupsi

Vaksinasi di Lamsel Capai 25,89 Persen

Kebun Buah Itera, Wujudkan Agroeduwisata di Kampus

BERITA TERBARU

TOP NEWS

Benang Merah Konflik Manusia dengan Satwa

23 Ribu Peserta Gagal Masuk SMA/SMK Negeri

Tembus Rp12,42 Miliar Ekonomi Syariah kian Kokoh

Jalur SPMB SMP Prioritaskan Jarak

Perencanaan Keuangan Kunci Kemapanan Finansial

Perkuat Akses Keuangan Inklusif

Kebingungan Peserta Warnai Hari Pertama SPMB

Buka Ekspor Sawit di Pasar Eropa

Perketat Pengawasan Truk ODOL

Kreatif Hadapi Efisiensi Anggaran

POPULAR POST

Pelantikan Pimpinan DPRD Lampura Berlangsung Sederhana

BPK RI Periksa Keuangan Polres Lampung Timur

Koran Digital Lampung Post, Edisi Selasa, 09 September 2025

Koran Digital Lampung Post, Edisi Senin, 08 September 2025

Koran Digital Lampung Post, Edisi Rabu, 10 September 2025

Tentang Kami

Alamat Kami

Iklan & Sirkulasi