Bandar Lampung (Lampost.co)–Tukang becak kini tidak sepopuler jaman dahulu, sekitar tahun 90-an. Keberadaannya bahkan mulai tergerus teknologi, tukang becak tidak banyak peminat karena ojek online bertebaran.
Seperti kisah dua tukang becak ini, di tengah teriknya matahari di Jalan Radin Intan, Kecamatan Enggal, Bandar Lampung, Saipudin (65) dan Saipullah (46) bertahan menunggu penumpang. Mereka menunggu penumpang di becak masing-masing, bahkan tidur sesekali karena penumpang tak kunjung datang.
Sejak pagi hingga tengah hari, belum ada yang menggunakan jasa mereka, sementara ojek online (ojol) semakin populer dan menarik perhatian penumpang. Kendaraan yang dulunya menjadi tren pada tahun 90-an, kini tergerus oleh kemajuan teknologi yang terus berkembang, memaksa tukang becak menghadapi tantangan berat.
Mereka yang bertahan dalam profesi ini bukan karena menolak beradaptasi dengan teknologi, tetapi karena faktor usia. Mereka tidak memiliki biaya untuk membeli ponsel dan belajar dari awal.
“Ditambah kami gak ada biaya buat beli HP dan belajar dari awal lagi, jadi ya mau tidak mau seperti inilah hanya bisa menunggu,” kata Saipullah saat ditemui di lokasi mangkalnya pada Kamis, 26 Oktober 2023.
Saipullah, yang telah bekerja sebagai tukang becak selama 25 tahun sejak 1998, memulai profesi ini setelah lulus SMA. Pada masa itu, banyak yang masih menggunakan jasa becak. Bahkan dalam sehari ia bisa melayani lebih dari 20 penumpang.
Namun, mulai sepi saat ojek online mulai muncul di Bandar Lampung pada tahun 2014. Saipullah mengakui bahwa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah anak-anaknya, pendapatannya tidak mencukupi, meskipun istri yang bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga (ART) membantu.
“Terbantu kadang ada orang yang kasih makanan atau uang kalau lewat,”katanya.
Sementara itu, Saipudin mengaku sering mengalami satu bulan penuh tanpa menarik seorang penumpang pun, pulang dengan tangan hampa. Hal ini menyedihkan dan mengakui kalah bersaing dengan moda transportasi lain seperti ojek online yang sedang populer.
Hari-hari bahagianya adalah ketika ia berhasil mendapat penumpang hingga tiga kali dalam sehari, namun hal ini jarang terjadi. Kendala lain adalah besaran pendapatan yang minim, sekitar Rp15 ribu/penumpang.
Namun, di sisi lain, mereka tetap bersyukur bahwa mereka masih dapat menjalani hidup hingga usia 65 tahun dengan kesehatan yang baik. Mereka selalu merasa lebih muda. Kuncinya adalah bersyukur, walaupun dalam masa sulit seperti ini, mereka tetap memiliki semangat untuk terus menjalani kehidupan.
“Kuncinya jalanin hidup banyak bersyukur, walaupun pernah satu bulan tidak dapat tarikan, kadang kalau rame cuma tiga kali narik kalau jaman sekarang,” katanya.
Kisah para tukang becak ini menggambarkan ketahanan dan semangat yang tak tergoyahkan dalam menghadapi perubahan zaman. Meskipun teknologi terus berkembang, semangat dan keberanian mereka patut diapresias
Putri Purnama