Bandar Lampung (Lampost.co) — Banjir rob mungkin menjadi fenomena alam yang tidak pernah dirasakan masyarakat yang tinggal di tengah hiruk-pikuk kota Bandar Lampung. Namun, bagi sebagian masyarakat yang tinggal di pesisir, banjir rob sudah menjadi langganan.
Seperti cerita Irwan (40), salah satu warga Pulau Pasaran yang saat ini menganggap banjir rob adalah hal biasa. Bahkan terjadinya tidak hanya satu kali dalam satu tahun.
“Banjir rob dan Pulau Pasaran itu nggak bisa dipisahkan. Jadi bagi kami warga di sini itu sudah biasa. Dari jembatan masih bagus, sampai rusak, sampai mau dibenahi lagi, rob pasti mampir ke sini,” kata dia, Minggu, 6 November 2022.
Irwan yang merupakan seorang nelayan mengatakan, satu-satunya kesulitan yang dirasakan saat banjir rob adalah terganggunya proses belajar mengajar anak-anak Pulau Pasaran. Jika rob datang, Ia harus rela libur melaut untuk mengantarkan anak sekolah menyebrang ke daratan dengan sukarela.
“Anak saya kan harus sekolah juga, jadi diantar pakai perahu ke daratan Cungkeng. Sekalian bantu warga-warga dan anak lainnya menyeberang secara sukarela,” katanya.
Ketika banjir rob datang dengan air laut cukup tinggi, perekonomian Pulau Pasaran tak berputar dengan normal. Tidak ada kegiatan pembuatan ikan asin di sana, bahkan warung yang ada di sebelah kiri gerbang masuk pulau, ikut tutup.
“Ya bagaimana, semua yang ada hanya genangan air laut. Kami mau protes juga bagaimana, ini kejadian alam yang ada teorinya bagaimana bisa terjadi pasang air laut. Yang bisa dilakukan hanya pasrah dan sabar,” ujar Irwan.
Sementara itu, Ketua RT 09 LK II Pulau Pasaran Said bin Rabi mengatakan tak ada persiapan khusus yang dilakukan warga dalam menghadapi banjir rob. Masyarakat juga sudah mengetahui informasi puncak banjir rob melalui aplikasi pancing dari BMKG.
“Kalo dulu itu hanya setahun sekali, kalo sekarang setiap bulan terjadi, tapi puncaknya atau banjir paling tingginya hanya sekali dalam setahun. Kami juga sangat terbantu dengan adanya informasi dari BMKG atau media yang memberikan info-info terkait jadwal banjir rob di pesisir Bandar Lampung,” kata dia.
Meski sudah terbiasa, Said mengatakan warga Pulau Pasaran membutuhkan tanggul penahan air laut yang naik ke daratan. Pasalnya jika tidak diberi tanggul, maka Pulau Pasaran terancam hilang karena abrasi pantai.
“Pengen ya kalau ada yang mau buatkan tanggul, walaupun sudah terbiasa tapi kami terganggu aktivitasnya. Apalagi jembatan juga belum jadi sampai saat ini,” katanya.
Sri Agustina