Bandar Lampung (Lampost.co)– Warga Bandar Lampung kini tak asing lagi dengan kehadiran gerobak kopi listrik beroda tiga yang sering terlihat terparkir di pinggir jalan. Biasanya, mereka mangkal di titik-titik keramaian dan ruang publik. Sekilas mirip dengan penjaja kopi keliling atau Starling (Starbucks Keliling), namun menggunakan gerobak motor yang telah dilengkapi bagasi dan payung.
Para penjual ini menawarkan kopi, khususnya es kopi, dengan harga yang jauh lebih terjangkau dibandingkan kafe. Mereka kini mudah dijumpai di berbagai sudut kota, menjadi solusi praktis bagi warga yang ingin menikmati kopi tanpa harus datang ke kafe.
Salah satunya adalah Aldo, penjual kopi yang biasa mangkal di depan Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung. Ia menjual es kopi dengan harga antara Rp8.000 hingga Rp12.000 per cup.
“Sudah enam bulan saya berjualan. Setiap hari bawa 120 cup, biasanya habis atau paling tidak laku sekitar 115 cup,” ujar Aldo, Jumat, 3 Oktober 2025.
Serupa, Ahmad Muzaki, penjual kopi gerobak di sekitar Stadion Pahoman. Setiap hari pukul 10.00 WIB, ia mulai mengayuh gerobak sepedanya. Muzaki tidak menetap di satu titik, melainkan terus berpindah dari satu tempat ke tempat lain hingga pukul 21.00 WIB.
Dedikasi
Meski hanya karyawan dari merek kopi lokal, Muzaki tetap menunjukkan dedikasi tinggi dalam melayani pelanggan. “Sehari bisa jual 110–120 cup. Kalau habis, nanti dikabari, dan ada yang datang bawa stok lagi,” jelasnya.
Tantangan utama bagi Muzaki adalah cuaca. Saat hujan deras, jumlah pelanggan menurun drastis. Namun, hal itu tak menyurutkan semangatnya.
“Saya tetap jualan sampai jam 9 malam, walaupun hujan,” katanya.
Fenomena kopi gerobak kini menjadi alternatif favorit kalangan muda. Selain murah, rasa kopi yang disajikan pun bersaing dengan kopi kafe.
Dita, mahasiswi UIN Raden Intan, mengaku hampir setiap hari membeli kopi dari gerobak. Ia menilai kualitas rasa dan harga sangat seimbang.
“Rp10 ribu sudah dapat kopi dengan rasa krim, gula aren, dan kopinya terasa. Nggak kalah sama kafe,” ujarnya.
Menurut Dita, pelayanan para penjual gerobak juga menjadi nilai tambah. Meski berjualan di bawah terik matahari dan ramai pembeli, mereka tetap ramah dan cepat melayani.
“Abangnya ramah, pelayanannya cepat. Makanya saya balik lagi terus,” tambahnya.
SerupaHal serupa disampaikan Udin, pelanggan di kawasan Stadion Pahoman. Ia menyukai kepraktisan dan harga kopi gerobak.
“Harganya terjangkau, pelayanannya cepat, dan rasanya enak. Bedanya sama kopi biasa cuma di kecepatan pelayanan saja,” ujarnya.
Kopi gerobak kini tak sekadar tren, tapi menjadi bagian dari gaya hidup warga kota yang ingin ngopi enak tanpa harus mahal. (Bodi Man)
