Bandar Lampung (Lampost.co) — Aksara Lampung salah satu kekayaan kebudayaan dan bahasa daerah yang ada di Indonesia. Sistem tulisan khas dari daerah pintu gerbang Sumatra itu sebagai warisan budaya yang memperkaya keberagaman dan sejarah Nusantara.
Aksara Lampung adalah sistem tulisan kuno suku Lampung, sebagai salah satu kelompok etnis di Indonesia yang mendiami wilayah Provinsi Lampung. Sistem tulisan itu juga masyarakat gunakan bagi yang tinggal di daerah-daerah sekitar Lampung seperti daerah pesisir Sumatra Selatan, Bengkulu, dan sebagian wilayah Banten.
Aksara Lampung atau terkenal juga dengan sebutan Surat Lampung, Surat Ulu, Aksara Lampong, atau Aksara Ulu, merupakan huruf tradisional Indonesia yang berkembang di selatan pulau Sumatra. Sistem tulisan itu untuk menulis rumpun bahasa Lampung dan bahasa Melayu.
Sistem penulisan ini memiliki nilai historis yang kaya dan telah menjadi salah satu aset budaya yang penting bagi masyarakat. Sebab, turut pula menjadi bagian integral dari budaya dan identitas masyarakat Lampung untuk menyampaikan nilai-nilai, tradisi, dan sejarah masyarakatnya.
Masyarakat secara aktif menggunakannya dalam sastra, seni, dan tulisan sehari-hari, sejak pertengahan abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20. Sistem penulisan ini juga sering digunakan untuk mencatat sejarah, ritual keagamaan, upacara adat, seperti pernikahan, pertunjukan seni, dan ritual keagamaan, serta kerajinan, seperti ukiran, tenun, dan anyaman.
BACA JUGA: 7 Siswa Asal Lampung Barat Raih Juara Festival Tunas Bahasa Ibu Tingkat Provinsi
Penggunaan itu sebelum fungsinya berangsur-angsur tergantikan dengan huruf Latin. Sementara saat ini, aksara masih diajarkan melalui muatan lokal di sekolah-sekolah, namun dengan penerapan yang terbatas dalam kehidupan sehari-hari.
Sejarah Aksara Lampung
Aksara Lampung diyakini muncul sejak abad ke-7 Masehi. Namun, beberapa sumber menyebutkan aksara ini berkembang sejak abad ke-17 hingga ke-19. Ada pula pendapat yang menyebut sistem tulisan ini ada sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha di Pulau Sumatra.
BACA JUGA: Kemudahan Akses Pendidikan Harus Konsisten Diwujudkan
Sebab, memiliki kemiripan dengan tulisan dari keluarga Brahmi di India kuno melalui perantara aksara Kawi. Hal itu menunjukkan adanya pengaruh budaya Hindu-Buddha pada pengembangan aksara tersebut.
Hal itu dengan adanya penemuan berbagai artefak sejarah, seperti prasasti, patung, dan benda-benda lainnya. Penemuan itu sebagai bentuk-bentuk awal Aksara Lampung. Sementara, seiring waktu sistem penulisan tersebut terus mengalami perkembangan dan modifikasi dengan menciptakan variasi-variasi yang berbeda dalam bentuk tulisan.
Asal usul Aksara Lampung yang mengaitkan dengan Aksara Kawi itu berasal dari teori sistem tulisan kuno di Nusantara pada masa lalu. Teori itu menyebut Aksara Lampung sebagai varian atau turunan dari Aksara Kawi yang mengalami perkembangan dan modifikasi sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.
Sistem penulisannya awalnya ditulis di atas daun lontar atau kulit kayu menggunakan menggunakan tangan dengan alat tulis dari ukiran bambu atau penutup kaki burung (serupa dengan bambu). Namun, saat ini juga dapat ditulis menggunakan pensil atau tinta pada kertas.
Sistem tulisan ini berbasis aksara abugida dengan huruf konsonan dan vokal digabungkan untuk membentuk suku kata. Aksara itu memiliki bentuk yang bulat dengan garis-garis melengkung dan kompleksitas yang bervariasi.
Penggunaan aksara itu awalnya untuk keperluan magis dan keagamaan bagi dukun-dukun suku daerah tersebut. Namun, seiring waktu aksara ini juga terpakai dalam konteks sehari-hari, seperti menulis puisi, hikayat, dan karya sastra lainnya.
Namun, pada masa kolonial Belanda, sistem penulisan ini mengalami penurunan penggunaan karena tekanan penyebaran huruf Latin.
Untuk itu, sejak 1980-an terdapat upaya yang lebih besar untuk memperkuat dan mempertahankan aksara Lampung sebagai bagian integral dari identitas budaya. Hal itu juga ditunjukkan dengan pengakuan secara resmi dari Pemerintah pada 2013.
Karakteristik Aksara Ulu
Aksara Lampung memiliki ciri khas tersendiri. Sistem tulisannya terdiri dari 26 huruf dasar yang disebut dengan “Buah Kepundan”. Huruf-huruf tersebut terdiri dari kombinasi garis lurus, garis lengkung, dan bentuk-bentuk geometris lainnya.
Sistem penulisannya dari kiri ke kanan dan tanpa menggunakan spasi antarkata. Namun, tiap aksaranya tidak memiliki pasangan dan lebih sederhana ketimbang keturunan aksara Kawi lainnya, seperti Jawa dan Bali.
Bentuknya huruf-hurufnya juga memiliki keunikan dengan garis-garis melengkung yang indah sehingga memberikan keindahan visual pada setiap karakter. Bentuk huruf-huruf itu berasal dari bentuk alam dan unsur-unsur lingkungan sekitar, seperti bentuk aliran air, hewan, dan tanaman.
Bentuk Aksara Lampung
Aksara Lampung memiliki bentuk tulisan yang unik dan berbeda dengan sistem tulisan lain yang ada di Indonesia.
Tulisan ini merupakan sistem tulisan Abugida yang terdiri dari tiga jenis unsur, yaitu kelabai surat (19 aksara dasar), benah surat (12 diakritik), dan tanda baca.
Layaknya aksara Brahmi lainnya, setiap konsonan merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren “a” atau “o” dengan mengubah pemberian diakritik tertentu.
Sistem tulisannya terdiri dari 26 huruf konsonan dan lima huruf vokal. Penggunaan huruf-huruf ini untuk menulis bahasa Lampung yang memiliki banyak dialek yang berbeda.
Konsonan dasar
Konsonan dasar melambangkan bunyi dasar dalam bahasa Lampung. Contohnya adalah “ka”, “ga”, “nga”, “pa”, “ba”, “ma”, dan lain-lain. Bentuk konsonan-konsonan umumnya terdiri dari garis-garis melengkung yang membentuk pola tertentu.
Tanda vokal
Tanda vokal terdiri dari “a”, “i”, “u”, “e”, “o”. Pemakaiannya dengan menggabungkan bersama konsonan dengan meletakkan di atas, di bawah, atau di sekitar konsonan. Tanda vokal itu melambangkan bunyi vokal yang menyertainya.
Sandangan dan pengubah suara
Bentuk sandangan dan pengubah suara untuk mengubah atau memodifikasi bunyi dasar konsonan.
Sandangan dapat berupa tanda diakritik yang peletakannya di atas atau di bawah konsonan dasar, sedangkan pengubah suara peletakannya di sekitar konsonan. Tanda-tanda ini membantu dalam membentuk berbagai kombinasi bunyi dalam bahasa Lampung.
Aksara numerik
Selain huruf-huruf dan tanda-tanda untuk membaca suku kata, juga memiliki sistem numerik untuk penulisan angka.
Anak huruf
Aksara Lampung juga memiliki anak huruf atau huruf turunan yang berasal dari huruf-huruf dasar. Anak huruf untuk membentuk kombinasi bunyi yang lebih kompleks atau menggambarkan variasi dalam pengucapan.
Berikut ini anak huruf dalam aksara Lampung:
![](http://lampost.co/wp-content/uploads/2024/02/anak-huruf-aksara-lampung-1-300x228.jpg)
Tanda baca Aksara Lampung
Beberapa tanda baca untuk memberikan petunjuk intonasi, pemisahan kata, dan tanda baca lainnya. Berikut beberapa tanda baca:
![](http://lampost.co/wp-content/uploads/2024/02/tanda-baca-aksara-300x280.jpg)
Angka Aksara Lampung
Aksara Lampung juga memiliki sistem penulisan angka untuk merepresentasikan bilangan dalam bahasa Lampung. Angka-angka itu memiliki bentuk khusus yang berbeda dari huruf-huruf dasarnya.
Misalnya, penulisan angka 1 dengan menggunakan aksara khusus yang mirip dengan angka 1 dalam sistem angka Latin, tetapi dengan gaya dan bentuk yang khas.
Dalam penulisan angka-angka yang lebih besar, angka-angka tersebut dapat dengan menggabungkan secara linier tanpa ada tanda baca pemisah, mirip dengan penulisan angka dalam sistem angka Arab atau Latin. Berikut angka-angka dalam beserta bentuk penulisannya:
![](http://lampost.co/wp-content/uploads/2024/02/angka-aksara-lampung-300x57.jpg)
Itu lah ulasan terkait Aksara Lampung yang sebaiknya kita pelajari dan banggakan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari identitas budaya. Sebab, seiring perkembangan teknologi, penggunaan sistem penulisan ini mengalami penurunan drastis.
Generasi muda cenderung lebih familiar dengan sistem tulisan modern seperti alfabet Latin dan jarang yang mampu membaca dan menulis menggunakan Aksara Lampung. Untuk itu, seharusnya generasi muda juga tetap mengenal sistem penulisan daerah sebagai warisan kebudayaan.