Jakarta (Lampost.co)– Artis kontroversial Nikita Mirzani kembali jadi sorotan publik. Kali ini, bukan hanya karena statusnya sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dan pencucian uang yang melaporkan oleh dokter Reza Gladys. Tetapi juga karena ia melawan balik dari balik jeruji besi.
Kita ketahui, Nikita Mirzani kini resmi ditahan di Polda Metro Jaya sejak Maret 2025. Ia bersama asistennya yang berinisial IM. Penahanan keduanya akan berlangsung selama 40 hari, hingga 2 Mei 2025.
Namun, di tengah proses hukum yang sedang berjalan, ibu tiga anak ini tak tinggal diam. Melalui kuasa hukumnya, Fahmi Bachmid, Nikita melaporkan sebuah akun TikTok yang telah menyebarkan rekaman percakapan pribadinya dengan Reza Gladys serta sang suami, Altaubah Mufid.
Baca juga: Penahanan Nikita Mirzani dan Asisten Diperpanjang 40 Hari, Begini Alasannya
“Saya hanya membuat laporan berdasarkan bukti. Objeknya adalah adanya rekaman terhadap seseorang pada saat berkomunikasi tanpa izin dari orang tersebut,” ujar Fahmi Bachmid, Jumat,18 April 2025.
Menurut Fahmi, rekaman tersebut melanggar privasi karena melakukan tanpa persetujuan dari Nikita dan menyebarluaskan ke publik melalui media sosial.
“Di dalam penjelasan Pasal 31 UU ITE, merekam tanpa izin adalah perbuatan pidana. Apalagi jika memposting dan publik mengetahui,” jelasnya.
Percakapan Nikita Mirzani dan Reza Gladys
Laporan resmi ke polisi telah dilayangkan dan dibagikan oleh tim Nikita melalui akun Instagram resminya, @nikitamirzanimawardi_172. Dalam laporan tersebut menjelaskan bahwa rekaman yang tersebar terjadi sekitar Februari 2025. Kemudian, isinya melibatkan percakapan pribadi antara Nikita, Reza Gladys, dan Altaubah Mufid.
Kasus utama yang menyeret Nikita Mirzani bermula dari laporan dokter Reza Gladys. Dalam laporan tersebut, Reza menuduh Nikita melakukan pemerasan dan tindakan pencucian uang. Proses hukum berjalan cukup cepat hingga akhirnya Nikita resmi di tahan bersama asistennya.
Meski dalam kondisi terbatas, langkah hukum Nikita untuk melaporkan akun penyebar rekaman tersebut menunjukkan bahwa kasus ini tak hanya menyangkut urusan pemerasan. Tapi juga menyentuh aspek privasi digital dan perlindungan komunikasi pribadi.
Kasus ini menjadi contoh penting mengenai bagaimana pelanggaran privasi digital dapat menjadi persoalan serius secara hukum. Dalam era media sosial seperti sekarang, penyebaran konten pribadi tanpa izin bisa berujung pada sanksi pidana, terutama jika melibatkan individu yang sedang menjalani proses hukum.