Jakarta (lampost.co) – Ketua Badan Perfilman Indonesia (BPI), Gunawan Paggaru, setuju film animasi Merah Putih: One for All batal tayang di bioskop. Ia menilai pembatalan penting agar industri film nasional belajar dari kontroversi ini. Pernyataan ini muncul pada 11 Agustus 2025, setelah gelombang kritik dan protes dari warganet merebak di media sosial.
Poin Penting
- Ketua BPI, Gunawan Paggaru, mendukung pembatalan film Merah Putih: One for All di bioskop.
- Jumlah layar bioskop masih terbatas, menyebabkan antrean panjang bagi film lokal.
- Gunawan dorong pemerintah buat regulasi ketat agar jadwal tayang lebih adil dan transparan.
- Sutradara Hanung Bramantyo juga mengkritik rilis film ini di tengah antrean ratusan film lain.
Gunawan menegaskan, jika bioskop menayangkan film yang dianggap tidak layak, hal itu merugikan sineas lain yang sudah mengantre. Di Indonesia, antrean film untuk tayang sangat panjang karena jumlah layar bioskop yang masih terbatas, yakni 2.145 layar di 517 lokasi.
Baca juga :
Ketidakadilan sistem distribusi memainkan peran besar. Film Merah Putih: One for All sampai bisa mendahului ratusan film lain yang antre. Gunawan menyatakan, “Ini membuktikan sistem distribusi kita bermasalah dan aturannya tidak jelas.”
BPI sendiri tidak punya kewenangan memaksa bioskop membatalkan penayangan. Kebijakan sepenuhnya ada di tangan pemilik bioskop. Oleh sebab itu, Gunawan mendesak pemerintah memperbaiki regulasi perfilman, karena undang-undang saat ini memberi kebebasan penuh kepada bioskop memilih film utama tayang.
Lebih jauh, ia menyarankan pemerintah membuat aturan ketat dengan mengurutkan jadwal tayang berdasarkan nomor sensor film. Cara ini diharapkan menciptakan sistem distribusi adil dan transparan.
Film Merah Putih: One for All Tuai Kritikan
Film Merah Putih: One for All, produksi Perfiki Kreasindo dan disutradarai Endiarto serta Bintang Takari, dijadwalkan rilis 14 Agustus 2025. Namun, trailer film ini menuai kritik tajam. Banyak warganet menilai kualitas animasi jauh dari standar layar lebar, bahkan disebut menggunakan aset animasi stok murahan.
Sutradara Hanung Bramantyo pun mempertanyakan kapan film ini bisa dapat slot tayang, padahal ada lebih dari 200 film Indonesia antre jadwal. Ia menilai kualitas film belum siap tayang dan rilis terburu-buru.
Kontroversi ini mengingatkan pentingnya evaluasi bersama agar sistem perfilman nasional semakin sehat dan mendukung karya berkualitas yang layak tayang.