Jakarta (Lampopst.co)–– Grup musik punk asal Purbalingga, Sukatani, tengah menjadi sorotan publik setelah lagu mereka yang berjudul Bayar Bayar Bayar mendadak viral dan menuai kontroversi.
Lagu yang awalnya rilis sebagai bentuk ekspresi seni ini justru memicu perdebatan. Hal ini karena liriknya menganggap menyentil institusi kepolisian. Terutama mengenai dugaan praktik pungutan liar dalam pelayanan publik.
Dalam beberapa hari terakhir, lagu ini menjadi bahan diskusi di berbagai platform media sosial. Salah satu bagian lirik yang berbunyi, “Mau bikin SIM, bayar polisi, ketilang di jalan, bayar polisi” menjadi sorotan utama.
Baca juga: Kapolri Tolak Dianggap Antiktitik Terkait Lagu Bayar Bayar Bayar
Banyak yang menilai lagu ini sebagai kritik tajam terhadap praktik yang masih sering terjadi di masyarakat. Namun, tidak sedikit pula yang menganggap bahwa lirik tersebut berpotensi merusak citra kepolisian.
Fenomena Streisand Effect
Menanggapi polemik yang berkembang, Sukatani akhirnya memutuskan untuk menarik lagu tersebut dari peredaran dan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.
Mereka menegaskan bahwa lagu ini tidak bermaksud menyerang atau merendahkan institusi kepolisian. Melainkan terinspirasi dari pengalaman pribadi serta cerita yang mereka dengar dari lingkungan sekitar.
Namun, keputusan untuk menarik lagu ini justru menimbulkan dampak yang tak terduga. Alih-alih meredam kontroversi, lagu Bayar Bayar Bayar justru semakin terkenal luas.
Fenomena ini terkenal sebagai Streisand Effect, sebuah istilah yang merujuk pada kejadian di mana upaya untuk membatasi atau menghapus suatu informasi. Justru membuatnya semakin terkenal dan menarik perhatian lebih banyak orang.
Istilah Streisand Effect sendiri berasal dari nama penyanyi dan aktris Amerika Serikat, Barbra Streisand. Pada tahun 2003, ia berusaha menghapus foto rumahnya dari internet dengan alasan privasi.
Namun, langkah tersebut malah membuat foto tersebut semakin tersebar dan viral karena masyarakat menjadi penasaran. Hal serupa kini terjadi pada Sukatani. Di mana upaya penghapusan lagu mereka justru mengangkat popularitas mereka ke level yang lebih tinggi.
Dukungan dan Reaksi Publik
Kontroversi ini juga memancing berbagai reaksi dari musisi dan warganet. Sejumlah netizen menyebut bahwa sebelum insiden ini, mereka bahkan belum pernah mendengar nama Sukatani.
Namun, gara-gara perdebatan ini, banyak yang penasaran dan mencari tahu tentang mereka. “Berapa banyak orang yang sebelumnya nggak tahu Sukatani, sekarang malah jadi tahu dan mendengarkan lagu-lagu mereka?” tulis seorang pengguna media sosial dengan akun @audhinafh.
Musisi Kunto Aji juga turut memberikan tanggapan terkait fenomena ini. Ia membayangkan bagaimana atmosfer penampilan Sukatani di panggung setelah viralnya insiden ini.
“Sukatani itu bukan band arus utama yang populer secara luas. Mereka lebih ke band niche dengan segmen yang spesifik. Tapi gara-gara klarifikasi ini, mereka malah viral ke mana-mana. Sekarang nama mereka udah ramai dibahas di Instagram, bukan cuma di Twitter. Ini contoh nyata dari Streisand Effect. Banyakin baca biar tahu,” cuit akun @WidasSatyo.
Dampak Positif dari Kontroversi
Meski menuai perdebatan, fenomena ini tak dapat dipungkiri bisa menjadi titik balik bagi Sukatani dalam industri musik Indonesia.
Dengan meningkatnya popularitas mereka, bukan tidak mungkin mereka akan mendapatkan lebih banyak pendengar dan kesempatan lebih besar untuk dikenal secara luas.
Peristiwa ini juga menunjukkan bagaimana musik dapat menjadi alat yang kuat dalam menyuarakan isu sosial. Bagi Sukatani, momen ini bisa menjadi momentum untuk memperluas jangkauan mereka. Menggarap lebih banyak karya, serta membangun komunikasi yang lebih erat dengan para pendengar mereka.
Kontroversi lagu Bayar Bayar Bayar mungkin masih akan terus bergulir, namun satu hal yang pasti: nama Sukatani kini telah melejit lebih tinggi dari sebelumnya.