Jakarta (Lampost.co) — Sosok penyanyi jazz perempuan pertama di Indonesia, Margie Segers, bercerita tentang perkembangan pesat industri musik dan musisi Indonesia.
Perempuan berdarah Belgia-Maluku itu mengawali karir di bidang musik sejak tahun 60an dan namanya makin meroket usai menjadi penyanyi andalan legenda jazz Jack Lesmana. Dia berkolaborasi dengan nama-nama besar, seperti Bubi Chen dan Ireng Maulana.
Dia menilai musisi Indonesia saat ini lebih segar dan lebih banyak ide dalam bermusik,” kata Margie, mengutip dari Medcom dalam dalam wawancara eksklusif program Shindu’s Scoop di YouTube.
BACA JUGA: Daftar Musisi yang bakal Tampil di Synchronize Festival 2024
Sebab, situasi dan kemajuan di Indonesia saat ini jauh lebih maju dari era 60-an. Sementara, keterbatasan teknologi menjadi alasan utama Margie Segers merasakan perbedaan yang sangat signifikan dengan musisi muda Indonesia era sekarang.
Sebab, saat itu cukup kesulitan untuk menciptakan sebuah karya akibat minimnya informasi. “Dulu belum ada CD, belum bisa cari musik di YouTube. Dulu mana ada Google dan harus cari tahu sendiri. Harus cari buku dan sebagainya,” kata penyanyi kelahiran 1950 itu.
Sementara, kondisi saat ini lebih mudah dan jika ingin mencari tahu bisa langsung buka Google.
Menurut dia, musisi yang lahir di era saat ini harus pandai memanfaatkan segala fasilitas yang tersedia untuk menghasilkan karya. “Musisi-musisi muda sekarang paling enak banget dari zaman dulu, di tahun 60-an,” ujar dia.
Dalam kariernya, Margie sukses membawakan lagu ciptaan Charles Hutagalung, “Semua Bisa Bilang” Pada 1974.
Lagu itu begitu popular dan membuat nama Margie terkenal dalam skala nasional. Dia pun akan kembali tampil dalam trio R.E.M (Rien Djamain, Ermy Kullit, Margie Segers) di Syncrhonize Festival, pada 5 Oktober 2024.
“Repertoar (lagu yang akan dia bawakan) sebenarnya dari rekaman-rekaman saja, dari mereka bertiga. Tante Rien, Ermy, dan saya masing-masing punya rekaman. Itu akan kami keluarkan dan memang sudah dipilih oleh Syncrhonize,” ujar dia.
Karir Margie Segers
Dia menceritakan awalnya sebagai musisi blues. Namun, di era 70-an, genre musik jazz cukup popular di kalangan musisi tanah air. Tuntutan tersebut membuatnya banting stir menjadi penyanyi jazz.
Sambil mengolah vokal, ia juga memperdalam ilmunya dengan belajar bersama musisi jazz tersohor di zamannya seperti Bubi Chen, Jack Lesmana dan Ireng Maulana.
Dia banyak menyimak rekaman penyanyi jazz antara lain Ella Fitzgerald, Sherley Bassey dan Sarah Vaughan.
Selain itu, terdapat kisah unik di balik pembuatan lagu “Semua Bisa Bilang”. Rekaman single ciptaan Charles Hutagalung itu memakan waktu hingga berbulan-bulan.
“Bayangin waktu lagi rekaman, ‘kalau kau’ (sambil bernyanyi) gua pikir udah paling oke, terus ‘cut, cut, cut’ ada apa ini. ‘itu bahasa Indonesianya bukan begitu (dengan aksen ambon)’, saya punya aksen kan masih seperti itu (ambon), jadi lupa mulu,” ujar dia.
Untuk itu, dia diminta pulang dulu dan mempelajari lagi itu. Lagu ‘Semua Bisa Bilang’ itu jangan harap langsung jadi di hari itu juga, melainkan itu berbulan-bulan. “Kalau sekarang kan audah modern,” kata dia.
Dia merilis album sejak 1975 hingga 2009. Album Terpikat yang rilis pada 1975 merupakan album keduanya setelah album Semua Bisa Bilang dan album The Lady of Jazz, yang rilis pada 2005.
Album bertajuk Semua Bisa Bilang yang rilis pada 1975 menampilkan delapan lagu vokal dan tujuh lagu lainnya dengan kemasan dalam bentuk instrumental.
Uniknya, dalam aransemen musik dan pemilihan daftar lagu di album tersebut sepenuhnya ditentukan mendiang Jack Lesmana. “Dipilih sama om Jack, jadi semua itu dia yang ngatur,” kata dia.
Melewati berbagai proses pahit, dia sangat berterima kasih kepada musisi-musisi yang membantunya hingga terkenal sebagai penyanyi jazz perempuan pertama di tanah air.
“Walaupun dengan kata-kata yang tidak menyenangkan, justru itu yang menjadikan sebagai Margie Sagers. Kalau tidak begitu, saya tidak akan jadi seperti sekarang,” katanya.