Teheran (Lampost.co)—Penyanyi kontroversial asal Iran, Amir Hossein Maghsoudloo, yang lebih publik kenal dengan nama panggung Tataloo. Ia mendapat hukuman mati atas tuduhan penistaan agama. Putusan ini dijatuhkan oleh Mahkamah Agung Iran pada Minggu, 19 Januari 2025, keputusan tersebut memicu reaksi keras dari komunitas internasional.
Tataloo, yang dikenal sebagai musisi dengan basis penggemar yang besar di kalangan anak muda Iran, dituduh menghina Nabi Muhammad. Ia sebelumnya telah menjalani hukuman lima tahun penjara atas berbagai pelanggaran, termasuk tuduhan serupa.
Vonis hukuman mati ini terjadi setelah jaksa membuka kembali kasusnya dan melakukan pengadilan ulang.
Baca juga: Sinopsis dan Review Film Bird Box di Netflix: Teror dari Entitas Misterius
Proses Hukum dan Ekstradisi dari Turki
Tataloo di tahan di Iran sejak Desember 2023 setelah diekstradisi dari Istanbul, Turki. Ekstradisi ini berlakuk atas permintaan resmi pemerintah Iran, yang mengklaim bahwa Tataloo terlibat dalam sejumlah pelanggaran hukum berat. Sebelum ekstradisi, ia menetap di Istanbul sejak 2018, menghindari tekanan politik dan hukum di negaranya.
Vonis hukuman mati ini belum bersifat final, dan Tataloo masih memiliki hak untuk mengajukan banding. Namun, kasus ini telah memicu kekhawatiran global, terutama dari kelompok-kelompok hak asasi manusia yang menyoroti meningkatnya penggunaan hukuman mati di Iran.
Latar Belakang Karier Tataloo
Amir Tataloo memulai karier musiknya pada 2003 sebagai musisi underground. Dengan memadukan genre pop, rap, dan R&B, ia berhasil menciptakan gaya yang unik dan menarik perhatian generasi muda. Meskipun awalnya tidak di akui secara resmi oleh pemerintah Iran, popularitasnya terus melonjak hingga ia mendapat julukan “rapper dengan segudang penggemar” oleh Time Magazine.
Pada masa awal kariernya, Tataloo sering berhadapan dengan otoritas karena karyanya dianggap melanggar norma sosial dan budaya Iran. Salah satu momen yang mencuri perhatian adalah pada 2015, ketika ia merilis lagu yang mendukung program nuklir Iran, yang menjadi topik sensitif di bawah tekanan internasional.
Namun, hubungan Tataloo dengan pemerintah Iran memburuk seiring waktu. Kritik tersirat dalam beberapa lagunya membuatnya dianggap sebagai ancaman oleh rezim. Pada 2017, ia bahkan bertemu dengan Presiden Ebrahim Raisi, yang saat itu masih menjabat sebelum meninggal dalam kecelakaan helikopter.
Reaksi Internasional dan Lonjakan Eksekusi di Iran
Penahanan dan vonis Tataloo telah memicu kecaman internasional. Para aktivis hak asasi manusia menilai bahwa hukuman mati atas tuduhan penistaan agama adalah pelanggaran serius terhadap kebebasan berekspresi. Kelompok-kelompok HAM juga menyoroti peningkatan tajam jumlah eksekusi di Iran, yang menurut laporan PBB mencapai 901 kasus pada tahun 2024 — jumlah tertinggi dalam sembilan tahun terakhir.
“Kasus ini menunjukkan bagaimana sistem peradilan Iran digunakan untuk membungkam kritik dan intimidasi terhadap seniman serta tokoh publik,” ujar Sarah Johnson, direktur Human Rights Watch untuk kawasan Timur Tengah.
Masa Depan Tataloo dan Tekanan Global
Dengan basis penggemar yang luas dan pengaruh budaya yang besar, nasib Tataloo kini menjadi sorotan dunia. Jika hukuman mati ini dieksekusi, kasusnya prediksinya akan menjadi salah satu tragedi besar dalam sejarah hak asasi manusia di Iran.
Masyarakat internasional, termasuk pemerintah negara-negara Barat, didesak untuk meningkatkan tekanan diplomatik terhadap Iran guna menghentikan hukuman mati bagi Tataloo. Kelompok-kelompok HAM juga menyerukan reformasi sistem peradilan Iran yang sering kali menganggap tidak transparan dan tidak adil.