Jakarta (Lampost.co)— Setelah hampir satu dekade tertunda, salah satu proyek film paling ambisius dalam sejarah perfilman Hong Kong akhirnya akan menyapa publik.
Film ‘Sons of the Neon Night’dengan sutradara Juno Mak siap meluncur dengan gebrakan besar, dengan target pemutaran perdana di ajang prestisius Cannes Film Festival 2025 pada bulan Mei mendatang.
Film ini telah lama yang menantikan oleh para pencinta sinema Asia dan global karena berbagai alasan. Jajaran pemain kelas atas, konsep cerita yang kompleks, serta nilai produksi yang mencengangkan.
Baca juga: Selain Bidaah, Berikut Deretan Film Sekte Sesat yang Pernah Viral
Kini, di momen menjelang Festival Film Internasional Busan, perusahaan distribusi Asia Distribution Workshop resmi meluncurkan kembali film ini untuk pasar global. Menjanjikan pengalaman sinematik yang segar dan penuh kejutan.
Proyek Ambisius yang Lama Tertunda
‘Sons of the Neon Night’ sejatinya adalah proyek yang di\\mengumumkan pertama kali pada tahun 2015, dan telah memikat perhatian industri sejak awal. Proses syuting film ini selesai sejak Maret 2018, namun pascaproduksi yang kompleks dan penuh tantangan membuat perilisannya terus tertunda.
Sutradara Juno Mak, yang terkenal sebagai sineas visioner melalui karya-karyanya seperti Rigor Mortis dan Revenge: A Love Story, kembali menunjukkan keberaniannya dalam bereksperimen dengan genre dan estetika visual. Dalam proyek ini, ia menggabungkan elemen thriller, aksi, dan drama kriminal dalam sebuah narasi yang intens dan penuh intrik.
Produksi Termahal Sepanjang Sejarah Perfilman Hong Kong
Salah satu hal yang paling menarik dari proyek ini adalah anggaran produksinya yang fantastis. Prediksinya mencapai HK$430 juta atau sekitar Rp838 miliar.
Menjadikannya salah satu film dengan biaya produksi tertinggi dalam sejarah perfilman Hong Kong. Dari efek visual yang memukau, adegan aksi yang di rancang penuh koreografi. Hingga detail artistik khas kota neon Hong Kong, semuanya terrancang untuk menciptakan mahakarya berskala internasional.
Kota Neon yang Terperosok dalam Kekacauan
Cerita dalam Sons of the Neon Night mulai dengan ledakan besar dan baku tembak brutal di tengah distrik Causeway Bay yang sedang dilanda salju. Fenomena langka di Hong Kong yang langsung memberikan atmosfer distopia yang kuat.
Namun ledakan itu hanyalah awal dari kekacauan yang jauh lebih besar. Sebuah kelompok misterius yang memimpin oleh pewaris konglomerat farmasi global menyusun rencana ambisius untuk merombak total sistem peredaran narkoba dunia.
Tujuan mereka bukan sekadar keuntungan, tetapi untuk menciptakan tatanan baru di dunia bawah tanah. Memicu perang antara kelompok kriminal, aparat, dan korporasi.
Film ini menggambarkan perang ideologis dan moral dalam sistem kriminal, dengan nuansa noir-modern yang kental, disertai kritik sosial mengenai kapitalisme. Penyalahgunaan kekuasaan, dan manipulasi publik oleh industri farmasi.
Jajaran Aktor Kelas Dunia
Tak hanya plot yang menegangkan, ‘Sons of the Neon Night’ juga didukung oleh pemeran bintang besar Asia, di antaranya, Takeshi Kaneshiro (House of Flying Daggers), sebagai protagonis yang terjebak di antara dua dunia: hukum dan kriminal.
Tony Leung Ka-fai (Cold War), memerankan tokoh kepala polisi dengan masa lalu kelam. Sean Lau Ching-wan (Life Without Principle), sebagai detektif senior yang skeptis dan penuh trauma.
Louis Koo (Warriors of Future), tokoh misterius yang beroperasi di balik layar kekuasaan. Ritchie Jen (Twilight of the Warriors: Walled In), sebagai pengendali jaringan kartel narkoba internasional.
Dengan kombinasi aktor berpengalaman dan kualitas sinematografi yang megah. Film ini di gadang-gadang akan menjadi fenomena sinema Asia di panggung dunia.
Target Rilis dan Harapan Pasar Global
Dengan peluncuran ulang film ini di pasar Festival Film Busan 2025 dan penayangan perdana di Cannes, Asia Distribution Workshop berharap dapat menarik perhatian distributor internasional dan membuka jalan untuk rilis global di bioskop pada paruh pertama tahun 2025.
Harapannya, film ini tidak hanya memuaskan para pencinta genre aksi dan kriminal, tetapi juga menjadi simbol kebangkitan kembali perfilman Hong Kong di era pascapandemi yang penuh tantangan.