Jakarta (Lampost.co) — Musisi Tompi menyoroti sistem royalti Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di Indonesia. Ia menyebut sistemnya tidak transparan dan bermasalah. Polemik royalti musik memanas belakangan ini.
Tompi dan musisi lain tuntut perubahan. Digitalisasi jadi solusi yang didorong. Berikut fakta lengkap di balik kritiknya.
Kritik Tompi terhadap Sistem LMK
Tompi sebut LMK gagal mengelola royalti dengan jelas. Sistem pengumpulan royalti buram dan LMK tidak menunjukkan data akurat. Tompi juga mempertanyakan perhitungan dan pembagian royalti. Ketidakjelasan itu buat musisi frustrasi. Polemik itu bukan hal baru.
Pembiaran Berlarut di Industri Musik
Tompi ungkap adanya pembiaran dalam sistem royalti. Ia menyebut itu terjadi sejak lama. Narasi kesejahteraan musisi hanya kedok. Realitanya, sistem rugikan pencipta lagu.
Tompi kritik pembiaran yang membingungkan. Hal itu memicu ketidakpuasan di kalangan musisi. Krisis royalti akhirnya meledak baru-baru ini.
Regulasi Royalti di Indonesia
UU Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 atur royalti. LMK dan LMKN mengelola pembayaran kolektif. Sistem blanket license jadi standar. Namun, musisi nilai sistem itu tidak adil. Nominal royalti sering tak sesuai harapan. Penyanyi bayar royalti untuk lagu sendiri. Ketidakadilan itu mendorong musisi cari alternatif.
Musisi Cari Solusi Alternatif
Beberapa musisi menolak sistem blanket license. Anji gunakan direct license sejak Desember 2023. Sistem itu lebih transparan dan langsung.
Tompi juga mendukung langkah serupa untuk perbaikan. Ia ingin royalti adil bagi semua pihak. Musisi lain ikut menyuarakan perubahan sistem. Direct license jadi opsi menarik.
Dorongan Digitalisasi Royalti
Tompi dukung digitalisasi pengelolaan royalti. Ia sebut teknologi permudah transparansi. Indra Lesmana juga kritik blanket license. Ia sebut sistem itu ketinggalan zaman. Perkembangan digital ubah cara karya yang rilis. Digitalisasi tawarkan data akurat dan efisien. Musisi harap sistem itu segera diterapkan.
Dukungan dari Musisi Lain
Indra Lesmana ungkap ketidakpuasan di Instagram Story. Ia menyebut blanket license tidak relevan lagi. Musisi lain seperti Ari Lasso setuju. Mereka mengalami ketidakadilan serupa. Digitalisasi jadi solusi yang banyak pihak dukung. Uji materi UU Hak Cipta di MK perkuat wacana itu.
Langkah Pemerintah dan LMKN
LMKN kini jadi pusat pengelolaan royalti. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad umumkan itu. Pertemuan di Senayan pada 21 Agustus 2025 hasilkan kesepakatan. LMKN akan audit royalti untuk transparansi. Revisi UU Hak Cipta juga sedang disusun. Proses itu targetkan selesai dalam dua bulan.
Dasco imbau masyarakat dan pelaku usaha tetap tenang. Ia pastikan aktivitas putar lagu aman. Tidak ada pungutan royalti selama revisi berlangsung. Langkah itu menciptakan iklim musik yang kondusif. Pemerintah dorong penyelesaian damai. Audit LMKN jadi langkah awal perbaikan sistem.