Jakarta (Lampost.co) — Bareskrim Polri membongkar aksi tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terhadap 1.047 mahasiswa. Pelaku menawarkan para pelajar itu berupa program magang (ferien job) ke Jerman.
Namun, ternyata pelaku mempekerjakan mahasiswa itu secara non-prosedural. Tindakan itu membuat ribuan mahasiswa dari 33 universitas di Indonesia tereksploitasi.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi tidak mengakui rogram ferien job itu.
Namun, pelaku tetap mengirimkan mahasiswa untuk magang mengikuti program ferien job yang kenyataannya bekerja layaknya buruh di Jerman.
“Awalnya para mahasiswa mendapatkan sosialisasi dari PT CVGEN dan PT SHB. Kemudian saat pendaftaran, para korban harus membayar biaya pendaftaran Rp150 ribu,” kata Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, Kamis, 21 Maret 2024.
BACA JUGA: 6 Perempuan Lampung Utara Nyaris Jadi Korban Perdagangan Orang
Pelaku selanjutnya mengirim uang tersebut ke rekening atas nama CVGEN. Selain itu, korban juga membayar 150 Euro untuk pembuatan letter of acceptance (LoA) kepada PT SHB.
Pelaku beralasan pembayaran itu karena korban sudah diterima di agency runtime di Jerman. Waktu pembuatannya selama kurang lebih dua minggu.
Setelah LoA terbit, korban harus membayar 200 Euro kepada PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman atau working permit. Penerbitan surat itu memakan waktu 1-2 bulan.
“Itu nantinya menjadi persyaratan pembuatan visa,” ujar Djuhandani.
Perdagangan Orang Jadi Buruh
Kemudian, para mahasiswa juga dibebankan menggunakan dana talangan Rp30 juta sampai Rp50 juta yang nantinya dipotong dari penerimaan gaji setiap bulannya.
Selain itu, mahasiswa langsung disodorkan surat kontrak kerja PT SHB dan working permit setibanya di Jerman.
Pelaku mendaftarkan korban ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman dalam bentuk bahasa Jerman sehingga para mahasiswa tidak memahaminya.
“Mengingat para mahasiswa berada di Jerman sehingga mau tidak mau menandatangani surat kontrak kerja dan working permit tersebut,” kata jenderal bintang satu itu.
Menurut dia, dalam kontrak kerja itu tertuang biaya penginapan dan transportasi selama berada di Jerman. Pelaku membebankan biaya-biaya itu kepada para mahasiswa yang nantinya terpotong dari gaji yang mahasiswa dapatkan.
“Korban melaksanakan ferien job itu selama tiga bulan sejak Oktober 2023 sampai ber 2023,” ujar dia.
Kasus itu terbongkar berdasarkan laporan informasi dari KBRI Jerman terkait adanya empat mahasiswa yang datang ke KBRI sedang mengikuti program ferien job di Jerman.
Setelah mendalami kasus itu, 1.047 mahasiswa yang berangkat itu melalui tiga agen tenaga kerja di Jerman berasal dari 33 universitas di Indonesia.
Atas kasus itu, Bareskrim menetapkan lima warga negara Indonesia sebagai tersangka dengan dua di antaranya berada di Jerman.
Kelima tersangka itu berinisial ER alias EW (perempuan/39), A alias AE (perempuan/37), SS (laki-laki/65); AJ (perempuan/52), dan MZ (laki-laki/60).
Petugas menjerat tersangka dalam Pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman paling lama 15 tahun penjara dan denda Rp600 juta.
Lalu Pasal 81 UU No. 17 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp15 miliar.