Jakarta (Lampost.co): Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Lusiawan Jati (LJ) menjelaskan pembagian fee terkait kasus kasus suap pengadaan dan pemeliharaan jalur kereta. Ia menjalani pemeriksaan penyidik pada Rabu, 21 Agustus 2024.
“Pendalaman saksi LJ terkait pengaturan fee untuk beberapa pihak,” kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto melalui keterangan tertulis, Kamis, 22 Agustus 2024.
Tessa enggan memerinci penerima maupun total uang yang terbagi-bagi. Keterangan Lusiawan bersifat rahasia sampai persidangan demi menjaga proses penyidikan.
KPK menetapkan mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Semarang Yofi Oktarizsa. Ia merupakan tersangka baru kasus suap pengadaan jalur kereta api di Ditjen Perkeretaapian, Kemenhub. Ia langsung menjalani penahanan usai status hukumnya tersiar ke publik.
“Tersangka YO (Yofi Oktarisza) menjalani penahanan selama 20 hari pertama terhitung sejak 13 Juni sampai dengan 2 Juli 2024,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (13/6/2024).
Asep menjelaskan kasus ini merupakan pengembangan dari persidangan penerimaan suap oleh Dion Renata Sugiarto. Dalam kasus ini, Yofi merupakan PPK untuk 18 paket pengerjaan lanjutan dan 14 paket pengerjaan baru di lingkungan BTP wilayah Jawa bagian tengah.
Setidaknya, Dion tidak mengerjakan empat proyek saat Yofi menjabat sebagai PPK. Salah satunya yakni pembangunan jembatan antara Notog-Kebasen paket PK 16.07 dengan nilai Rp128,5 miliar.
Sebagian paket pengerjaan dari Dion terbantu oleh PPK salah satunya Yofi. KPK juga mengendus adanya kongkalikong untuk memenangkan proyek.
“Atas bantuan tersebut, PPK termasuk tersangka YO (Yofi Oktarisza) menerima fee dari rekanan. Termasuk saudara DRS (Dion Renata Sugiarto) dengan besaran 10%-20% dari nilai paket pekerjaan yang ada,” ujar Asep.