Bandar Lampung (Lampost.co) – Guru Besar IPB sekaligus ahli lingkungan, Bambang Hero Saharjo menjelaskan soal penghitungan kerugian negara korupsi timah Rp.271 triliun. Pasalnya, akibat penghitungan itu ia dilaporkan kepada Polda Bangka Belitung (Babel).
Mulanya Bambang heran atas pelaporan oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Putra Putri Tempatan (Perpat) Babel, Andi Kusuma pada Polda Babel. Sebab, penghitungan itu ia lakukan atas permintaan penyidik pada Jampidsus Kejaksaan Agung.
“Pertama ia bilang saya memberikan keterangan palsu. Nah keterangan palsunya itu seperti apa?. Karena saya itu diminta secara resmi oleh penyidik Pidsus Kejaksaan Agung dan kemudian tugas itu saya laksanakan,” kata Bambang mengutip Media Indonesia, Minggu, 12 Januari 2025.
Kemudian Bambang meyakini apa yang ia lakukan telah sesuai dengan peraturan yang ada. Ia mengaku bukan pertama kali menghitung kerugian lingkungan atas kasus tindak pidana. Bahkan, sudah ribuan kasus sejak Tahun 2000 hingga saat ini.
“Peraturan Menteri LH Nomor 7 tahun 2014 itu menyatakan bahwa yang berhak menghitung itu adalah ahli lingkungan atau ahli valuasi ekonomi. Nah, saya kan ahli lingkungan, boleh dong, lalu palsunya itu dimana,” ujar Bambang.
Selanjutnya, ia menyebut bila keterangannya palsu seharusnya dari awal majelis sidang menolak hasil penghitungannya. Namun, hal itu tidak ia lakukan.
Lalu Bambang melanjutkan pihaknya mulai melakukan penghitungan kerugian lingkungan pada kasus korupsi timah ini sekitar Desember 2023. Bahkan, ia bersama tim l turun langsung untuk melihat kondisi pada lapangan. Sebab, kata Bambang, untuk menghitung kerugian lingkungan harus terpastikan kerusakan lingkungannya.
“Kami lakukan itu sampling, ambil sampel pada wilayah yang terduga rusak itu. Akhirnya apa? positif rusak. Kami hitung dan seperti itu,” jelasnya.
Pemeriksaan
Sementara itu, untuk memperoleh informasi kondisi awal lingkungan yang rusak sebelumnya, Bambang mengaku bersama timnya menggunakan citra satelit. Ia memastikan telah memaparkan seluruh hasil pemeriksaan saat persidangan.
“Ketika sidang, itu kan saya memaparkan secara detail itu, tahun 2015 seperti apa yang sudah tersampaikan tadi, luasannya berapa. Sehingga saya tahu ada taman nasional itu yang tergali, ada kawasan konservasi, kawasan lindung, kawasan hutan. Jadi semua itu sudah terungkap, sudah telanjang sebetulnya pada persidangan saya sudah sampaikan,” terangnya.
Kemudian menurut Bambang, jika tak sependapat dengan perhitungannya, seyogyanya sampaikan dalam persidangan. Sebab, perhitungan kerugian lingkungan itu telah terpaparkan dalam persidangan. Kemudian lengkap oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selaku auditor negara.
“Kalau memang mereka tidak terima, mestinya saat persidangan dong disampaikan. Mestinya PH itu menunjukkan ‘oh ini perhitungan kami’ kan seperti itu ya, kemudian adu pada majelis hakim,” jelas Bambang.
Kemudian, majelis hakim memutuskan mana yang benar. Bila majelis hakim masih ragu pasti akan memanggil ahli lain. Lalu, Bambang memastikan siap mengikuti proses hukum meski tak paham konteks pelaporan dirinya kepada Polda Babel. Bambang meyakini penghitungan kerugian lingkungan itu merupakan bagian dari tugas yang diamanahkan kepadanya.
“Iya, silahkan aja, toh saya sudah laporkan juga ke Kejaksaan Agung karena mereka yang minta. Karena kan yang minta mereka, kecuali kalau saya misalnya ngarang-ngarang atau apa silahkan. Wong saya resmi kok,” katanya.
Sebelumnya, Bambang menaksir kerugian negara akibat kerusakan lingkungan pada kasus timah yang menjerat Harvey Moeis cs mencapai Rp.271 triliun. Dengan rincian kerugian ekologis sebesar Rp.183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp.74,4 triliun, dan biaya pemulihan lingkungan Rp.12,1 triliun.