Jakarta (Lampost.co): Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo menilai majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Andoolo Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, layak menerapkan restorative justice (keadilan restoratif) untuk guru honorer Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Supriyani, yang viral di media sosial.
Berkas perkara Supriyani telah dilimpahkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Andoolo ke PN Andoolo untuk disidangkan, dan rencananya sidang perdana akan digelar pada Kamis, 24, Oktober 2024.
Baca juga: Guru Honorer SDN 4 Baito Supriyani Jalani Sidang Perdana Kasus Pemukulan Anak Polisi
“Ketika berkas perkara atas nama Ibu Supriyani sudah sampai di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo dan akan dilakukan pemeriksaan di tingkat pengadilan, maka di sinilah menurut saya konsep restorative justice atau keadilan restoratif bisa diluruskan dan diterapkan oleh majelis hakim PN Andoolo yang menangani dan mengadili perkara Ibu Supriyani,” kata Rudi, sapaan karibnya, melansir dari Antara, Kamis, 24 Oktober 2024.
Dia menuturkan setiap perkara yang telah masuk ke pengadilan pasti telah melalui proses pro justitia, yang dimulai dari proses di polisi dan proses di kejaksaan.
“Karena muaranya kasus Ibu Supriyani itu di pengadilan. Maka di sinilah paling tepat langkah restorative justice majelis hakim PN Andoolo terapkan untuk Ibu Supriyani,” ucapnya.
Dia menyebut penerapan restorative justice oleh hakim atau pengadilan sudah ada dasar hukumnya. Yaitu Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2024. Yakni tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif. “PERMA ini menjadi acuan,” ujarnya.
Dia pun menjelaskan bahwa restorative justice memang secara normatif bisa diterapkan. Apalagi di antaranya jika korban memaafkan pelaku tindak pidana, serta korban dan pelaku berdamai.
Hakim Harus Arif dan Bijaksana
Dalam konteks kasus Supriyani, kata dia, hakim PN Andoolo seyogianya arif dan bijaksana. Yakni dalam mendorong penyelesaian perkara Supriyani lewat restorative justice. Berupa semaksimal mungkin agar korban dan keluarganya bisa memaafkan Supriyani, serta adanya perdamaian kedua belah pihak.
“Hal tersebut juga sudah menjadi syarat penerapan restorative justice oleh hakim atau pengadilan yang ada di Pasal 6 PERMA Nomor 1 Tahun 2024,” katanya.
Menurut dia, Supriyani sebagai guru dan muridnya yang dengan dugaan sebagai korban hakikatnya seperti hubungan ibu dan anaknya.
Untuk itu, dia memandang kasus Supriyani tidak perlu penanganan di ranah pidana. Apalagi hingga yang bersangkutan sempat menjalani penahanan sebelumnya.
“Kasus Ibu Supriyani ini, sekali lagi memang benar-benar layak untuk restorative justice. Karena ini kasus dugaan penganiayaan ringan antara guru dan murid. Dan, mungkin saja mens rea-nya itu tidak ada niat guru membuat luka dan sebagainya. Niat guru hanya mau membimbing dan membina siswanya,” kata dia.
Dia mengapresiasi pula penahanan terhadap Supriyani telah PN Andoolo dan Kejari Andoolo tangguhkan berdasarkan Surat Penetapan PN Andoolo Nomor : 110/Pen.Pid.Sus-Han/2024/PN.Ad tertanggal 22 Oktober 2024.
“Menurut saya, kasus-kasus seperti ini negara tidak perlu terlibat lah terlalu jauh. Apalagi sampai ada penahanan. Itu saya kira tidak masuk akal. Kita bersyukur sudah ada penangguhan penahanannya Ibu Supriyani,” kata dia.
Sebelumnya, guru honorer SDN 4 Baito Supriyani oleh salah seorang orang tua murid kelas 1 laporkan terkait dengan dugaan penganiayaan ke Polsek Baito pada 25 April 2024.
Pihak kepolisian telah melakukan penyelidikan dan juga menempuh upaya mediasi bersama dengan pemerintah setempat. Namun, jalan damai tidak kedua belah pihak temukan. Sehingga pihak kepolisian meningkatkan status ke penyidikan, serta melimpahkan kasus tersebut kepada pihak kejaksaan atau P21.
Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News