Jakarta (Lampost.co)— Peraturan pemerintah tentang penggunaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja terus menuai kontraversi. Guru Besar Ilmu Hukum Islam UIN Jakarta Ahmad Tholabi Kharlie menilai penyusunan norma dalam Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan khususnya di Pasal 103 ayat (4) huruf e tidak jelas.
Menurutnya, ketentuan tersebut memuat tentang pelayanan kesehatan reproduksi kepada anak usia sekolah dan remaja paling sedikit yakni dengan menyediakan alat kontrasepsi.
“Pada ketentuan di Pasal 103 ayat (4) huruf e tentang penyediaan alat kontrasepsi sebagai bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi bagi anak sekolah dan remaja menjadi titik krusial norma ini. Masalahnya, tidak ada penjelasan lebih lanjut pada norma tersebut, karena disebut “cukup jelas,” ujar Tholabi, Rabu, 7 Agustus 2024.
Tekan Kehamilan
Tholabi menyebut norma tersebut dapat menimbulkan tafsir beragam di tengah publik yang cenderung berkonotasi negatif khususnya ditujukan kepada anak sekolah dan remaja. Padahal, di sisi yang lain, alat kontrasepsi secara medis menjadi salah satu instrumen untuk pengendalian angka kehamilan. Sekaligus pencegahan penularan penyakit kelamin.
“Pendidikan seks bagi anak sekolah dan remaja merupakan hal yang penting. Tetapi menyediakan alat kontrasepsi bagi anak sekolah dan remaja satu bagian yang tidak pada tempatnya,” tutur Tholabi.
Wakil Rektor Bidang Akademik UIN Jakarta ini mempertanyakan mekanisme penyusunan khususnya pada norma tersebut. Ia menuturkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP). Di sana menyebutkan secara terang mengadopsi metode penyusunan peraturan perundang-undangan.
Seperti Regulatory Impact Analysis (RIA) serta metode Rule, Opprtunity, Cacapity, Communication, Interest, Process, and Ideology (ROCCIPI).
“Sayangnya pada norma soal kontrasepsi itu tak mencerminkan aktivasi RIA dan ROCCIPI saat penyusunan norma tersebut,” sebut Tholabi.
Tholabi meminta kementerian dan lembaga terkait memberi penjelasan atas norma yang menimbulkan polemik tersebut. Pihaknya juga menyarankan untuk merevisi norma khusus tentang kontarsepsi tersebut.
“Kami mengusulkan lembaga atau kementerian terkait agar menjelaskan ke publik ihwal norma tersebut. Termasuk menempuh opsi merevisi atas norma tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja,” ujar Tholabi.