Bandar Lampung (Lampost.co)— Penerapan hukuman bagi para pelaku tindak kekerasan seksual dinilai belum maksimal.
Ahli hukum Pidana Universitas Lampung, Rini Fathonah, menyebut dari sisi aturan hukum pemberian sanksi terhadap para pelaku kejahatan seksual sebenarnya sudah cukup tegas.
Bahkan dalam peraturan pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang PerlindunganA nak, menyebutkan bahwa pelaku persetubuhan terhadap anak dapat mendapat hukuman kebiri.
Aturan itu menurutnya dapat dijatuhkan kepada pelaku persetubuhan terhadap anak residivis. Kemudian pelaku persetubuhan terhadap anak yang melibatkan lebih dari satu orang. Lalu menimbulkan luka berat, mengganggu kejiwaan, mengakibatkan penyakit menular, hilangnya fungsi reproduksi atau korban meninggal dunia.
Namun meskipun aturan sudah secara tegas tercantum, realitasnya di lapangan penegakan hukuman terhadap pelaku kerap tidak berjalan dengan tegas.
Dalam upaya penegakannya, hukuman kebiri ini kata Rini, kerap kali terbentur dengan isu pelanggaran HAM.
“Ini keliru, padahal sebenarnya pelaku lah yang sudah melakukan pelanggaran HAM berat. Sebab sudah merenggut masa depan korban, apalagi korbannya anak yang sudah hancur dengan perlakuan kekerasan seksual. Kalau tidak mau terbentur dengan HAM, ya jangan melanggar HAM orang lain,” ujar Rini Jum’at, 15 Maret 2024.
Akademisi FH Unila ini juga menyebutkan, masalah lain dalam menerapkan sanksi tegas pelaku kekerasan seksual yaitu sulitnya menyatukan kesamaan persepsi di antara aparatur penegak hukum.
Padahal dalam menegakkan aturan, kata Rini persamaan persepsi antara aparatur penegak hukum. Juga pemerintah, akademisi, dan stakeholder terkait harus mampu terbangun guna menjadi perhatian bersama.
“Sebab tujuan hukum itu bisa tercapai ketika memang itu berjalan secara bersama. Baik pemerintah sebagai perumus Undang-Undang, maupun aparat penegak hukum sebagai kelengkapan negara untuk menegakkan keadilan,” katanya.
Tak hanya itu, peran serta masyarakat terkait upaya penanggulangan terjadinya kasus kekerasan seksual juga penting untuk menjadi perhatian bersama.
Terlebih jika sudah masuk ke dalam peradilan, masyarakat juga harus turut ikut memantau jalannya proses hukum yang berjalan.
“Kita harus pastikan apakah perlindungan terhadap korban itu berjalan. Sebab perlindungan terhadap korban itu dengan memberikan sanksi terberat kepada pelaku,” ucapnya.
Masa Depan Korban
Rini menuturkan, pelaku kejahatan seksual terhadap anak harus mendapatkan hukuman yang setimpal. Sebab ada masa depan korban yang harus kita perjuangkan.
Gangguan traumatik baik secara kejiwaan maupun mental serta potensi terjadinya cacat permanen pada alat reproduksi korban menjadi alasan kuat harus menindak tegas predator anak.
“Ketika pelaku ini mendapatkan eksekusi hukuman mati atau kebiri, ini bisa memberi efek jera bagi si pelaku dan bisa menjadi preventif bagi orang yang ingin melakukan. Sehingga ada ketakutan yang besar jika ingin melakukan tindakan yang serupa,” jelasnya.