Jakarta (Lampost.co): Mantan pejabat Makamah Agung (MA) Zarof Ricar disebut kunci dari kontak pandora mafia peradilan di Indonesia. Mantan Kepala Badan Diklat Hukum dan Peradilan MA) itu, menjadi tersangka makelar kasasi kasus pembunuhan dengan terdakwa Gregorius Ronald Tannur.
“Jika Zarof Ricar ‘bernyanyi’, tentu akan banyak orang masuk penjara,” kata anggota Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Pencegahan Korupsi Mabes Polri Yudi Purnomo Harahap dalam keterangan tertulis melansir Metrotvnews, Selasa, 29 Oktober 2024.
Baca juga: Heboh! Penggeledahan di Rumah Pensiunan MA Zarof Ricar Temukan Harta Hampir Rp1 Triliun
Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu mengatakan, tidak masuk akal temuan uang tunai hampir Rp1 triliun dan emas Antam 51 kg merupakan barang bukti satu kasus. Dia menduga banyak orang terlibat mafia kasus bersama Zarof dengan uang hampir triliunan rupiah tersebut. Apalagi, kata Yudi, dugaan uang itu Zarof peroleh selama kurang lebih 10 tahun, yakni sejak 2012-2022.
“Pensiun juga bukan jabatan pengambil keputusan di MA. Sehingga disinyalir hanyalah makelar atau perantara seperti kasus vonis bebas Ronald Tanur. Itu yang melibatkan tiga hakim dan satu pengacara yang telah menjadi tersangka saat ini,” ungkap Yudi.
Membongkar Setuntas-tuntasnya
Mantan pegawai KPK ini berharap Kejaksaan mampu mengungkap kasus Zarof setuntas-tuntasnya. Khususnya, membongkar siapa pun pelaku dan kasus yang melibatkan mafia peradilan itu. Menurutnya, hal ini penting untuk bersih-bersih sistem peradilan agar mampu menegakkan hukum dan kebenaran dengan seadil-adilnya.
Yudi yang berpengalaman dalam menangani kasus korupsi ini melanjutkan bahwa terbongkarnya kasus peradilan sampai tuntas tentu bisa terjadi bila Zarof Ricar mau membuka mulut dan berbicara siapa saja yang terlibat dalam mafia hukum. Sebab, kata Yudi, bukti paling konkret dalam mengungkap kasus mafia peradilan adalah kesaksian.
“Sebab mafia peradilan bermain sunyi, senyap, dan tertutup untuk meminimalisasi jejak. Sehingga, biasanya tersangka akan pasang badan dengan tutup mulut dan menolak tawaran menjadi justice collabolator,” ucap Yudi.
Di sisi lain, Yudi juga berharap agar Ketua MA Sunarto menjadikan momentum ini untuk membersihkan MA, maupun peradilan di bawahnya agar terhindar dari mafia peradilan. Yudi meyakini mafia peradilan akan selalu ada, karena ada pihak yang salah ingin menang atau ingin bebas.
“Namun, jika integritas hakim bagus maka akan tahan godaan menerima suap dan melakukan korupsi. Apalagi pemerintah pun telah menerima aspirasi hakim dan menaikkan gajinya,” pungkasnya.
Penangkapan di Bali
Sebelumnya, Zarof Ricar petugas tangkap di Bali pukul 22.00 Wita, pada Kamis, 24 Oktober 2024. Dia sebagai dugaan menjadi perantara atau makelar kasasi kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti (29) oleh Gregorius Ronald Tannur. Zarof melakukan pemufakatan jahat berupa suap bersama pengacara Ronald, Lisa Rachmat.
Lisa meminta Zarof mengupayakan hakim agung di MA tetap menyatakan Ronald Tannur tidak bersalah dalam putusan kasasinya. Lisa menjanjikan uang sebesar Rp5 miliar untuk para hakim agung. Sedangkan, Zarof mendapat imbalan Rp1 miliar.
“Sesuai catatan LR yang diberikan kepada ZR, (Rp5 miliar itu) untuk hakim agung atas nama S, A, dan S lagi, yang menangani perkara kasasi Ronald Tannur. Namun, ZR tidak mau menerima uang rupiah tersebut lantaran jumlahnya banyak. ZR menyarankan penukaran uang rupiah tersebut dengan mata uang asing di salah satu money changer kawasan Blok M, Jakarta Selatan.” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Abdul Qohar, saat konferensi pers, Jumat, 25 Oktober 2024.
Zarof telah petugas tahan. Dia medapat jeratan Pasal 5 ayat (1) juncto Pasal 15, juncto Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001. Yakni tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) serta Pasal 12B juncto Pasal 18 beleid yang sama.
Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News