Jakarta (Lampost.co): IM57+ menduga ada intervensi pihak tertentu, karena sikap diam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) buronan Harun Masiku.
“Timbul tenggelamnya kasus Harun Masiku mengkonfirmasi sejak awal OTT perkara ini. KPK menjalankan proses penyidikan dalam keadaan sudah tidak ‘hygienis’ dan sarat intervensi,” kata Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha, Kamis, 27 Juni 2024.
Praswad menilai intervensi itu untuk mengatur alur kasus Harun. IM57+ Insitute menilai perkara itu kini tidak murni penegakan hukum belaka.
“Ada anasir lain selain murni penegakan hukum yang mengkontrol dan menentukan kapan KPK harus on fire dan kapan KPK harus meredup,” ujar Praswad.
Praswad menilai analisisnya itu nyata terjadi karena KPK kini kehilangan independensi. Penyebabnya yakni karena Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.
“Hilangnya independensi dalam UU 19 tahun 2019 saat KPK masuk ke dalam ranah eksekutif menjadi masalah utama. Itu mengapa KPK menjadi sangat rentan ada intervensi. Intervensi untuk memperlambat atau menghalang-halangi proses perkara, ataupun intervensi untuk mempercepat penanganan perkara tertentu. Hal itu yang menjadi interest dari pihak atau golongan tertentu. KPK terombang-ambing oleh kekuatan politik,” kata Praswad.
Sebelumnya, KPK meminta buronan Harun Masiku menghentikan pelarian. Mantan caleg dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu diminta menyerahkan diri jika membaca pesan ini.
“Kita sampaikan bahwa kalau memang dengar nonton ya sudahlah datang ke sini. Atau bisa menghubungi siapa pun rekan-rekan jurnalis atau ada dari masyarakat yang mengetahui ya silakan sampaikan kepada kami. Supaya ini juga tidak berlarut-larut,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Jakarta.
Imbauan untuk Harun itu berbarengan dengan upaya pencarian. KPK menegaskan kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR itu belum berhenti hingga saat ini.