Bandar Lampung (Lampost.co) — Kejaksaan Tinggi Lampung kembali menetapkan tersangka perkara korupsi. Kali ini terkait pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) Ruas Terbanggi Besar – Pematang Panggang – Kayu Agung (Terpeka). Korupsi terjadi pada tahun anggaran 2017–2019 yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya.
Hal itu tersampaikan oleh Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung, Armen Wijaya. Ia mengatakan satu tersangka baru berinisial IBN selaku Kepala Divisi V PT. Waskita Karya.
Sebelumnya, dua orang lain yang lebih dulu menjadi tersangka yakni WM alias WDD selaku Kasir Divisi V PT. Waskita Karya dan TG alias TWT selaku Kepala Bagian Akuntansi dan Keuangan Divisi V PT. Waskita Karya.
“Penetapan tersangka IBN pada 11 Agustus 2025 berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor. PRIN-13/L.8/Fd.2/08/2025,” ujarnya, Senin, 11 Agustus 2025.
Kemudian Armen menyebut IBN saat ini tengah berada pada Lapas Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Karena menjadi terpidana dalam perkara lain.
Selain penetapan tersangka baru, Kejati Lampung juga terus berupaya menyita aset para pelaku. Hal ini untuk memulihkan kerugian negara. Teranyar, Kejati Lampung menggeledah 4 lokasi, yakni Provinsi Riau, DKI Jakarta, Bekasi Provinsi Jawa Barat, dan Semarang Provinsi Jawa Tengah.
Lalu, dari penggeledahan lokasi tersebut, penyidik menyita uang tunai Rp.4.099.256.764,- (Rp. 4 miliar). Selain itu, penyidik memblokir 47 sertifikat tanah dan bangunan. Kemudian menyita 5 unit mobil dan 3 unit sepeda bermerek.
“Jadi untuk hari ini, uang yang kita sita Rp. 4 miliar dan aset yang kita perkirakan nilainya mencapai Rp. 50 miliar,” katanya.
Sita Rp 6,3 Miliar
Selanjutnya Armen mengatakan, sejak 13 Maret 2025 hingga saat ini. Kejati Lampung telah menyita uang dari perkara ini sebesar Rp. 6.357.000.000,- (Rp. 6,3 miliar). Sementara dalam perkara ini, negara dirugikan Rp. 66 miliar dari pembangunan jalan tol tersebut pada ruas STA 100+200 sampai dengan SRA 112-200.
Anggaran pembangunan jalan tersebut, berasal dari dari Viability Gap Fund (VGF) PT. Jasamarga Jalanlayang Cikampek atas pekerjaan Pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated. Dengan besaran anggaran mencapai Rp 1.253.922.600.000 (Rp. 1,2 triliun).
Awalnya pekerjaan tersebut terlaksanakan selama 24 bulan sejak tanggal 5 April 2017 sampai dengan tanggal 8 November 2019. Kemudian melakukan serah terima PHO tanggal 8 November 2019, dengan masa pemeliharaan (FHO) selama 3 tahun.
Kemudian, modus yang tergunakan para pelaku yakni, dengan membuat pertanggungjawaban keuangan fiktif. Dengan merekayasa dokumen tagihan-tagihan yang seolah-olah berasal dari kegiatan pelaksanaan Pembangunan Jalan Tol. Yakni ruas Terbanggi Besar – Pematang Panggang-Kayu Agung (STA 100+200 s/d STA 112+200) Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2017-2019.
Sementara pada kenyataannya pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang tidak pernah ada, bahkan menggunakan nama vendor fiktif. Selain itu juga terdapat modus operandi dengan menggunakan vendor yang hanya meminjam namanya saja.
“Pertanggungjawaban atas keuangan fiktif oleh WM alias WDD selaku kasir dan TG alias TWT selaku Kepala Bagian Akuntansi dan Keuangan Divisi V. Mengakibatkan kerugian keuangan negara, dan dari pemeriksaan keduanya, mereka melakukan atas inisiatif sendiri,” kata Aspidsus.
Oleh sebab itu, ketiga pelaku terjerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang Undang Nomor. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah berubah dengan Undang Undang Nomor. 20 tahun 2001 tentang perubahan Undang Undang Nomor. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke 1 KUHP.
Serta Pasal 3 jo Pasal 18 Undang Undang Nomor. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah berubah dengan Undang Undang Nomor. 20 tahun 2001 tentang perubahan Undang Undang Nomor. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
“Ancaman maksimal 20 tahun penjara,” katanya.