Jakarta (Lampost.co)— Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) terus berupaya memastikan anak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual oleh seorang oknum guru di Gorontalo tetap mendapatkan hak pendidikannya.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, menyatakan hingga saat ini siswa korban kekerasan seksual belum dapat kembali bersekolah. Hal ini karena kondisi psikis dan lingkungan yang kurang mendukung.
Nahar menegaskan bahwa kasus ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab pelaku dewasa dan harus menyelesaikan melalui jalur hukum.
“Tindak pidana kekerasan seksual dan perlindungan anak ini merupakan delik umum. Sehingga tidak boleh di selesaikan di luar proses peradilan,” ucapnya.
Korban menjadi rentan dalam kasus ini karena berbagai faktor, termasuk status yatim piatu. Adanya relasi kuasa antara guru dan murid, serta tipu daya yang pelaku lakukan.
“Anak tidak memiliki keputusan untuk dirinya dan setiap perbuatan orang dewasa. Termasuk perbuatan yang mengandung unsur tindak pidana adalah tanggung jawab pelaku dewasa yang masuk kategori Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Perlindungan Anak. Sebagai delik biasa dan tidak di perkenankan menyelesaikan di luar proses peradilan,” kata Nahar.
Sebelumnya, video kekerasan seksual antara guru dan murid di Gorontalo tersebar di media sosial, dan polisi telah menetapkan DH, seorang guru berusia 57 tahun, sebagai tersangka. Pelaku diduga mulai mendekati korban sejak 2022.