Jakarta (Lampost.co) – Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atau PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta (MAN) tertetapkan sebagai salah satu tersangka kasus dugaan suap dan/atau gratifikasi. Kasus itu terkait putusan lepas perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah. Penangkapan itu oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) Jakarta, Sabtu, 12 April 2025 malam.
Hal tersebut tersampaikan oleh Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar. Ia menyampaikan Arif terlibat dalam kasus tersebut saat menjadi Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Pihaknya tengah menyelidiki uang itu mengalir ke siapa saja.
“MAN dugaannya telah menerima uang suap sebesar Rp.60 miliar dari tersangka MS dan AR selaku advokat untuk pengaturan putusan agar dijatuhkan ontslag,” ujar Abdul kemarin.
Kemudian pemberian uang itu, melalui tersangka WG (Wahyu Gunawan) selaku Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Adapun WG sebagai orang kepercayaan MAN. Ia menuturkan, saat ini pihaknya sedang mendalami kasus tersebut lebih lanjut. Ini untuk mencari tahu apakah uang yang terterima MAN mengalir ke pihak lain. Terutama kepada majelis hakim yang menjatuhkan putusan.
Selanjutnya, putusan tersebut jatuh pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat, Selasa, 19 April. Oleh Hakim Ketua Djuyamto bersama dengan hakim anggota Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharudin. Abdul mengungkapkan bahwa para hakim yang menangani perkara saat ini sedang menjemput untuk pemeriksaan. Sementara salah satu hakim sedang berada pada luar kota.
“Tim secara proaktif melakukan penjemputan terhadap yang bersangkutan,” katanya.
Pasal Korupsi
Kemudian atas perbuatannya, MAN melanggar Pasal 12 huruf c juncto Pasal 12 huruf B jo. Pasal 6 ayat (2) jo. Lalu Pasal 12 huruf a jo, Pasal 12 huruf b jo, Pasal 5 ayat (2) jo, Pasal 11 jo. Selanjutnya Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana terubah dan tertambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara dalam kasus yang menjatuhkan putusan lepas, terdakwa merupakan korporasi, yang meliputi PT. Wilmar Group, PT. Permata Hijau Group, dan PT. Musim Mas Group. Pada putusan ontslag, para korporasi terbukti melakukan perbuatan sesuai dakwaan primer maupun subsider jaksa penuntut umum (JPU). Kendati demikian, Majelis Hakim menyatakan perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana ontslag van alle recht vervolging. Sehingga para terdakwa dilepaskan dari tuntutan JPU.
Majelis Hakim juga memerintahkan pemulihan hak, kedudukan, kemampuan, harkat, serta martabat para terdakwa seperti semula. Atas putusan tersebut, Kejagung pun mengajukan kasasi.