Jakarta (Lampost.co): Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan rasuah dalam pengadaan sistem kapal inspeksi perikanan Indonesia (SKIPI). Penyidik memeriksa dua saksi untuk mendalami peran perusahaan peserta lelang proyek itu, Senin (29/7).
“Dua saksi SAP dan HEH hadir. Pendalaman oleh penyidik terkait keikutsertaan lelang pengadaan SKIPI di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),” kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto melalui keterangan tertulis, Selasa (30/7).
Tessa enggan membeberkan secara detil siapa saja dua saksi tersebut. Namun, berdasarkan pantauan di Gedug Merah Putih KPK, mereka adalah Direktur Pengembangan Usaha PT Daya Radar Utama Steven Angga Prana dan karyawan PT Daya Radar Utama Hotman Erwin Hutahean.
Sebelumnya, KPK menetapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kapal patroli di Direktorat Jendral Bea dan Cukai dan KKP. Keempat orang itu yakni Direktur Utama PT Daya Radar Utama (PT DRU), Amir Gunawan; pejabat pembuat komitmen (PPK) Bea dan Cukai, Istadi Prahastanto; Ketua Panitia Lelang, Heru Sumarwanto; dan Aris Rustandi selaku PPK KKP.
Istadi, Amir dan Heru dugaannya melakukan sejumlah perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan hingga pelaksanaan pekerjaan pengadaan 16 kapal patroli cepat di Direktorat Jendral Bea dan Cukai. Salah satunya, mengarahkan panitia lelang agar memilih PT DRU untuk menggarap proyek tahun jamak 2013-2015 senilai Rp1,12 triliun tersebut.
Namun, setelah uji coba, kecepatan dan sertifikasi dual-class 16 kapal patroli itu tidak sesuai syarat di kontrak. Meski tidak sesuai, pihak Ditjen Bea dan Cukai tetap menerima dan menindaklanjuti pembayaran.
Selama proses pengadaan Istadi dan kawan-kawan menerima 7.000 Euro sebagai sole agent mesin yang terpakai 16 kapal patroli cepat tersebut. Dugaan kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp117.736.941.127.
Cawe-cawe
Kemudian, Amir dan Aris dugaannya melakukan cawe-cawe dalam penandatanganan kontrak kerja pengadaan 4 unit kapal 60 meter. Hal itu untuk pengadaan SKIPI pada Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP. Nilai kontrak proyek ini US$58.307.789.
Aris membayar seluruh termin pembayaran proyek pengadaan empat kapal SKIPI kepada PT DRU senilai US$58.307.788 atau setara Rp744.089.959.059. Padahal, biaya pembangunan empat kapal itu hanya Rp446.267.570.055.
Tak hanya itu, KPK mensinyalir terdapat sejumlah perbuatan melawan hukum lain dalam proses pengadaan. Di antaranya, belum adanya Engineering Estimate, persekongkolan dalam tender, dokumen yang tidak benar dan sejumlah PMH lainnya.
Empat kapal SKIPI itu juga dugaannya tidak sesuai spesifikasi yang sesuai syarat dan kebutuhan. Misalnya, kecepatan tidak mencapai syarat yang ada, kekurangan panjang kapal sekitar 26 cm. Kemudian, markup volume plat baja dan aluminium, serta kekurangan perlengkapan kapal lain. Kerugian negara dari kasus ini mencapai Rp61.540.127.782.
Perkara korupsi kapal Ditjen Bea dan Cukai, Amir, Istadi dan Heru melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Hal itu sebagaimana dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan, pada perkara korupsi kapal di KKP, Amir dan Aris terjerat melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Hal itu sebagaimana pengubahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.