Jakarta (Lampost.co) – Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) terindikasi adanya suap dan gratifikasi. Dua unsur korupsi itu juga mengindikasi masih minimnya penyerahan LHKPN oleh para pejabat publik, baik yang telah lama maupun yang baru.
Ketua KPK Nawawi Pomolango mengaku prihatin dengan kondisi isi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang terindikasi korupsi itu. Dalam sambutannya pada acara Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2024 di Geudng KPK , Senin 9 Desember 2024.
Menurutnya upaya pencegahan korupsi oleh KPK sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 19/2019. Salah satunya melalui fungsi pendaftaran dan pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Dari laporan ituIah ada temuan indikasi suap dan gratifikasi. “Pemeriksaan LHKPN masih menemukan indikasi penerimaan suap dan gratifikasi yang kemudian berlanjuti oleh Kedeputian Penindakan,” kata Nawawi.
Baca Juga :
Presiden Prabowo Tekankan Komitmennya Berantas Korupsi
3 Tokoh yang Terlibat Kasus Korupsi di Indonesia
Nawawi mendorong berbagai instansi menjadikan LHKPN sebagai instrumen penting dalam pertanggungjawaban pejabat publik ke masyarakat dengan menyampaikan LHKPN yang benar isinya dan sesuai dengan kenyataan. Kemudian fungsi monitoring atas sistem administrasi pemerintah dilakukan melalui kajian teknis dan menemukan kelemahan dalam sistem di beberapa sektor.
“Perbaikan sistem pada sektor yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat, seperti kesehatan, pendidikan, pengelolaan haji, kredit macet di Bank Pembangunan Daerah, hingga pengelolaan
sumber daya alam-hutan dan tambang, menjadi fokus fungsi monitoring KPK,” katanya.
Butuh Lompatan
Pada kegeiatan sama di tempat berbeda, pengamat hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar menekankan empat poin penting dalam pemberantasan korupsi yang dapat segera diterapkan. Pertama, Zainal mengatakan aturan dalam pemberantasan korupsi sudah jelas regulasinya. Terdapat perbaikan konsep tindak pidana korupsi. Namun, dia menyebut perlu penyempurnaan.
“Ada yang diatur masih punya problem, saya kira kalau soal peraturan, sudah lah clear, kita harus dukung, ada upaya untuk itu (memperbaiki),” kata Zainal.
Zainal meminta mengevaluasi ulang kelembagaan aparat penegak hukum. Sebab, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, dan Kejaksaan yang seharusnya berkerja sama memperbaiki pemberantasan korupsi dinilai saling gontok-gontokan. “Saya kira saatnya untuk mengevaluasi itu,” ujar dosen pengajar Universitas Gadjah Mada itu.
Selain itu, Zainal memandang ketiga lembaga penegak hukum itu punya pola yang sama, tak ada unsur pembeda. Maka itu, dia sempat menulis untuk pembubaran KPK karena dinilai eman-eman banyak lembaga namun tidak efektif. “Yang ketiga tentu saja adalah soal aparat penegakan hukum. Bicara soal Kepolisian, Jaksa, Hakim, harus ada lompatan nih yang dilakukan, karena selama ini problem itu terjadi dan belum selesai,” ucap dia.
Keempat, Zainal menyebut belum ada komitmen negara dalam pemberantasan korupsi yang berjalan efektif. Terkait ini, kata dia, tagihan besarnya adalah dorongan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk serius memberantas korupsi di Tanah Air.