Jakarta (Lampost.co): Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menekankan hanya Komnas HAM yang dapat menilai Tragedi 98 merupakan pelanggaran HAM berat. Hal ini merespons pernyataan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra.
“Jadi yang boleh menyatakan pelanggaran HAM berat itu terjadi atau tidak terjadi tentu bukan Menkumham. Yang boleh mengatakan itu hanya Komnas HAM menurut Undang-Undang (UU),” kata Mahfud melalui keterangan tertulis, Rabu, 23 Oktober 2024.
Mahfud menuturkan sesuai UU dan TAP MPR, pelanggaran HAM berat pada Tragedi 1998 mendapat penanganan oleh Komnas HAM. Ia melanjutkan setelah penyelidikan Komnas HAM sudah menyatakan ada 18 pelanggaran HAM berat. Kemudian, 5 orang sudah menjalani pengadilan, serta 34 tersangka menjadi bebas.
Saat menjabat Menko Polhukam, Mahfud mengaku sudah melaksanakan penetapan Komnas HAM. “Seperti 12 pelanggaran HAM berat yang saat itu sudah ada pengakuan Presiden Joko Widodo dan mendapat apresiasi dari Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),” ujarnya.
Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra menilai kasus 98 bukan termasuk kategori pelanggaran HAM berat. Ia menilai beberapa dekade tidak terjadi kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, termasuk kasus 98.
“Enggak (kasus 98 tidak termasuk pelanggaran HAM berat),” kata Yusril di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin, 21 Oktober 2024.
Ia bercerita saat menduduki Menteri hakim dan HAM. Yusril mengikuti sidang di PBB soal kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM, tetapi tak terkait kasus dugaan pelanggaran HAM Berat.
“Waktu saya jadi menteri hakim dan HAM, saya tiga tahun menjalani sidang komisi HAM PBB di Jenewa. Kita dapat tantangan menyelesaikan soal-soal besar,” ujar Yusril.