Bandar Lampung (Lampost.co) — Mahalnya ongkos politik dari partai dan aktor politik merupakan lingkaran setan
korupsi pada pemilihan umum (pemilu) maupun pemilihan kepala daerah (
pilkada). Tak jarang, orang-orang politik terkena kasus korupsi.
.
Staf Divisi Korupsi Politik Indonesia Corrupton Watch (ICW) Seira Tamara menyebut sejak awal pencalonan setiap aktor politik mengeluarkan biaya yang sangat besar. Sehingga saat menjadi pejabat yang terpilih, ia akan memikirkan bagaimana modal politik yang ia keluarkan itu bisa kembali.
.
“Pelaksanaan pemilu bahkan sejak periode sebelumnya sampai dengan saat ini kita tahu bahwa politik berbiaya mahal itu menjadi salah satu akar terjadinya korupsi politik,” ucap Seira, Selasa, 7 Mei 2024.
.
“Ketika menjabat bukan memikirkan bagaimana kebijakan. Dan melaksanakan pemerintahan daerah berbasis kepentingan masyarakat. Tetapi berbasis kepentingannya sendiri. Saya sudah keluar modal banyak kemarin, bagaimana caranya lima tahun jabatan bisa balik modal,” imbuh dia.
.
Lingkaran setan korupsi dunia perpolitikan itu tak menutup kemungkinan akan terjadi kembali pada pilkada 2024 mendatang. Apalagi ada donatur yang telah bersepakat dengan calon kepala daerah yang ikut menyumbangkan uangnya untuk mengongkosi kompetisi. Dana kampanye sesungguhnya diperbolehkan. Namun, Seira menekankan dana kampanye itu harus sesuai dengan aturan yang ada.
.
“Sumbangan dana kampanye boleh saja dari pihak manapun asal sesuai ketentuan yang sudah teratur siapa yang boleh menyumbang dan nominalnya. Kalau berkaca pada pilpres dan pileg kemarin, pantauan ICW bersama Perludem. Dana kampanye belum sepenuhnya menyajikan realitasnya,” ungkap Seira.
Artinya ongkos yang terkeluarkan sesungguhnya jauh lebih mahal dan lebih besar dari yang terpublikasikan kepada publik.