Jakarta (Lampost.co) — Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang menjerat mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim memunculkan gelombang kritik. Banyak kalangan menilai penetapan status tersangka terhadap pendiri Gojek itu sarat kejanggalan dan berpotensi menjadi kriminalisasi kebijakan publik.
Poin Penting:
-
Tidak ada unsur memperkaya diri dalam kebijakan pengadaan Chromebook.
-
Kriminalisasi kebijakan publik bisa menimbulkan efek jera bagi pejabat inovatif dan memicu brain drain.
-
Kasus sebagai momentum memperbaiki tata kelola penegakan hukum di Indonesia.
Tidak Ada Unsur Memperkaya Diri
Advokat senior Todung Mulya Lubis menegaskan tuduhan terhadap Nadiem tidak memiliki dasar hukum kuat jika mengacu pada Pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor. Ia menilai unsur memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi tidak terlihat dalam kebijakan pengadaan laptop Chromebook tersebut.
“Apa yang Nadiem Makarim lakukan adalah kebijakan publik, bukan tindakan memperkaya diri. Jadi tidak bisa serta-merta dikriminalisasi,” ujar Todung, Sabtu, 11 Oktober 2025.
Baca juga: Kuasa Hukum Nadiem Makarim Yakin Menang karena Tidak Ada Kerugian Negara
Menurut Todung, kebijakan Nadiem bertujuan mempercepat transformasi digital di sekolah, bukan mencari keuntungan pribadi. Ia menilai aparat penegak hukum harus berhati-hati agar proses hukum tidak berubah menjadi alat politik atau kriminalisasi kebijakan publik.
Dampak Buruk bagi Kepemimpinan dan Inovasi
Todung juga memperingatkan kriminalisasi kebijakan publik bisa membawa dampak jangka panjang terhadap iklim kepemimpinan nasional. Jika risiko hukum atas keputusan strategis menghantui pejabat publik, banyak tokoh potensial akan enggan mengabdi di pemerintahan.
“Kalau membiarkan hal itu, orang-orang baik dan pintar akan memilih bekerja di luar negeri. Kita bisa menghadapi brain drain besar-besaran,” ujar Todung.
Ia hyga menilai kasus Nadiem Makarim harus menjadi refleksi bagi sistem hukum agar tidak menghambat inovasi di sektor publik. Dalam pandangannya, negara justru membutuhkan pemimpin yang berani mengambil risiko demi kemajuan pendidikan dan digitalisasi nasional.
Kebijakan Chromebook Visi Transformasi Digital
Todung juga menjelaskan kebijakan pengadaan laptop Chromebook merupakan bagian dari visi Nadiem memperkuat literasi digital nasional. Langkah itu selaras dengan arah pendidikan global yang menuntut penguasaan teknologi sejak dini.
Ia juga mengingatkan program tersebut sudah melalui proses kebijakan yang sah dan transparan. “Sebagai menteri, Nadiem ingin siswa Indonesia siap menghadapi dunia digital melalui bahasa Inggris, coding, dan komputer,” katanya.
Menurut Todung, selama kebijakan publik tidak melanggar hukum dan tidak menimbulkan keuntungan pribadi sehingga tidak bisa memidanakan kebijakan tersebut. Penetapan tersangka hanya karena kebijakan dianggap “tidak tepat” adalah langkah yang berbahaya.
Dorongan Reformasi Sistem Hukum
Todung juga termasuk satu dari 12 tokoh antikorupsi yang menyerahkan amicus curiae kepada majelis hakim praperadilan Nadiem. Langkah tersebut untuk memperbaiki sistem hukum dan mendorong transparansi dalam proses penetapan tersangka.
“Kasus ini seharusnya menjadi momentum memperbaiki tata kelola hukum, bukan memperburuk kepercayaan publik terhadap penegak hukum,” kata Todung.








