Bandar Lampung (Lampost.co) — Polda Metro Jaya saat ini tengah mengusut dua perkara baru yang terduga melibatkan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. Polisi menyebut sudah mengantongi alat bukti terkait perkara tersebut.
.
“Semua saksi dalam penanganan perkara yang pokok berjalan maupun yang perkara lain saksi. Semua sudah terperiksa dan penyidik mengantongi alat bukti yang mendukung ataupun men-support terkait dugaan tindak pidana terjadi,” kata Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak, Jumat, 19 Juli 2024.
.
Kemudian Ade Safri menyebut, sejumlah saksi juga sudah mulai terperiksa. Hal itu terkait dua perkara baru yang menjerat mantan ketua KPK tersebut. Kemudian teragendakan pekan depan polisi akan memeriksa saksi ahli.
.
“Sudah dan ada beberapa saksi yang sudah pemanggilan. Termasuk agenda pemeriksaan ahli juga dalam minggu ini dan minggu depan sudah kita agendakan,” jelasnya.
.
Perkara Baru
.
Sebelumnya, dua perkara baru yang tengah terusut tersebut adalah dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ada juga perkara terkait Pasal 36 juncto Pasal 65 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 sebagaimana telah terubah dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
.
Kemudian Polda Metro Jaya telah menetapkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri sebagai tersangka. Dalam kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
.
Selanjutnya, Firli sendiri terjerat Pasal 12e atau Pasal 12B atau Pasal 11 UU 31/1999. Kemudian telah terubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP.
.
“Menetapkan Saudara FB (Firli Bahuri) selaku ketua KPK RI sebagai tersangka. Terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi,” kata Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak.
.
Kemudian Ade mengatakan, Firli menjadi terduga melakukan pemerasan, penerimaan gratifikasi dan penerimaan suap. Dugaan tindak pidana itu terkait dengan penanganan permasalahan hukum pada Kementerian Pertanian.
.
“Berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara. Kemudian yang berhubungan dengan jabatannya terkait penanganan permasalahan hukum pada Kementerian Pertanian Republik Indonesia pada kurun waktu tahun 2020 sampai 2023,” ujarnya.