Jakarta (Lampost.co): Presiden Prabowo Subianto mendapat desakan menengakkan independensi seleksi calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Desakan itu merespons sikap pemerintah terkait tahapan seleksi capim Lembaga Antirasuah tersebut.
“Pertimbangan dari pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto, di mana dalam pertimbangannya tidak ada yang berubah. Yakni dari tahapan pemilihan capim KPK yang dalam penetapan sebelumnya periode presiden Joko Widodo yang sarat kontroversial.” kata Ketua Umum Forum Dekan Fakultas Hukum dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Perguruan Tinggi Muhammadiyah Se-Indonesia, Faisal Piliang, melansir Media Indonesia Jumat, 8 November 2024.
Baca juga: Polemik Penyerahan Capim KPK ke DPR, Istana: Mau Jokowi atau Prabowo Tak Masalah
Faisal menilai proses capim KPK ke depan memiliki persoalan legitimasi proses seleksi yang pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) lakukan. Sebab, proses seleksi tersebut di penghujung masa jabatan Jokowi.
“Tendensi yang jauh dari sikap negarawan tersebut. Nyatanya menjadikan Capim KPK yang terpilih memiliki rekam jejak yang tidak baik dan memiliki agenda pemberantasan korupsi yang lemah,” imbuh Faisal.
Faisal menyinggung 10 nama capim KPK yang dikeluarkan Jokowi. Kinerja panitia seleksi (pansel) jadi sorotan.
“Keluarnya 10 nama ini, jelas terbukti bahwa Pansel pun tidak mengerti akar persoalan KPK hari ini,” lanjutnya.
Asas Fundamental
Menurut Faisal, proses seleksi capim KPK harus memenuhi asas fundamental. Seperti kapasitas, integritas, independensi politik, dan rekam jejak yang tidak boleh cacat sedikitpun.
Namun sayangnya, tidak satupun dari seluruh nama pilihan pansel memiliki rekam jejak baik dalam pemberantasan korupsi. “Situasi ini justru berpotensi untuk menambah bencana pemberantasan korupsi ke depan,” sebut dia.
Berbagai organisasi masyarakat sipil salah satunya Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) telah melakukan rilis terkait capim KPK bermasalah. Dalam pernyataan resminya, PBHI menilai bahwa capim KPK Johanis Tanak, yang saat ini merupakan Wakil Ketua KPK periode 2019-2024 memiliki kekayaan yang fantastis dengan kenaikan kekayaan yang patut dipertanyakan.
Catatan merah lainnya, Johanis Tanak diduga mengirim pesan kepada PLH Dirjen Minerba Kementerian ESDM pada 27 Maret 2023 yang menimbulkan konflik kepentingan. Sebab, KPK sedang memeriksa dugaan korupsi di Kementerian ESDM.
Johanis juga pernah mengeluarkan pernyataan yang merugikan dan merendahkan KPK. Pernyataa merugikan itu disampaikan dalam pengungkapan kasus Korupsi Basarnas pada 2023.
Selanjutnya, capim KPK Ibnu Basuki Widodo, yang saat ini masih menjabat sebagai Hakim Pemilah Perkara Pidana Khusus Mahkamah Agung atau Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Salah satu hal yang disoroti dari Ibnu adalah jumlah kekayaan Ibnu dalam LHKPN mengalami kenaikan yang signifikan dari Rp2,1 Miliar pada 2022 menjadi Rp4,1 Miliar pada 2023.
Ibnu Basuki bahkan pernah memvonis bebas terdakwa korupsi dalam kasus pengadaan alat laboratorium IPA MTs di Kementerian Agama tahun 2010.
“Ibnu juga pernah melarang peliputan media massa dan jurnalis dalam siaran langsung persidangan kasus megakorupsi e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto saat menjabat sebagai Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Desember 2017,” imbuhnya.
Capim Bermasalah
Beberapa Capim KPK yang bermasalah lainnya, antara lain Fitroh Rohcayanto dari Kejaksaan Agung. Dalam seleksi wawancara, Fitroh meyakini bahwa kemunduran KPK bukan karena Revisi Undang-Undang KPK, melainkan perilaku yang menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat.
Ada pula capim KPK Djoko Poerwanto yang merupakan Kapolda Kalimantan Tengah. Ada penyebutan Djoko tidak mengetahui status istrinya yang merupakan komisaris di PT MSK dalam seleksi wawancara.
Selain itu, ada penilaian proses seleksi capim KPK bermasalah jika berangkat pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 112/PUU-XX/2022. MK mengamanatkan pembentukan panitia seleksi (pansel) capim KPK dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK 2024-2029 seharusnya Presiden Prabowo Subianto yang melakukan, bukan Jokowi.
“Di sinilah keberpihakan politik-hukum Presiden Prabowo Subianto mendapat ujian. Komitmen awal pemerintahannya yang menyatakan akan menjadikan prioritas pemberantasan korupsi. Seharusnya bersamaan dengan upaya pemilihan Capim KPK 2024-2029 yang bermasalah ini untuk ada pembatasan,” kata Faisal.
Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News