Bandar Lampung (Lampost.co) — Kasus peredaran narkoba di Lampung kembali menjadi sorotan. Bahkan, Polda Lampung telah menggagalkan sekitar 177 kilogram sabu-sabu siap edar sepanjang 2024.
Kriminolog Universitas Lampung, Teuku Fahmi, menjelaskan peredaran barang terlarang tersebut memanfaatkan minimnya risiko penangkapan melalui jalur darat.
Sebab, pemilihan jalur darat untuk pendistribusian narkoba telah menjadi perhitungan matang para sindikat. Mulai dari minimnya pengawasan dan tidak adanya penyekatan.
BACA JUGA: Jaringan Narkoba Fredy Pratama Dapat Kurungan Hingga Hukuman Mati
“Ada beragam modus penyamaran yang bandar narkoba lakukan. Sementara, pengawasan berlapis juga tidak terjadi pada area pelabuhan,” kata Fahmi, Minggu, 28 Juli 2024.
Dia menilai, selama ini proses pemeriksaan di pintu masuk pelabuhan hanya terjadi secara acak bagi kendaraan yang hendak melakukan penyebrangan.
Kelemahan lainnya karena pelabuhan penyebrangan Merak – Bakauheni tidak ada pemeriksaan atau pemindaian X-Ray, baik bagi penumpang pejalan kaki maupun kendaraan.
“Padahal bisa saja setiap penumpang yang hendak menyebrang di kendaraan pribadi, bus, truk, atau pejalan kaki ada peluang menjadi kurir narkoba,” kata dia.
Sementara itu, letak geografis Provinsi Lampung yang strategis sebagai pintu gerbang Sumatra yang menghubungkan Pulau Jawa. Faktor tersebut terdampak karena proses distribusi penyeludupan narkoba via darat untuk menuju ke Pulau Jawa.
Sementara Pulau Jawa sebagai pangsa pasar utama dengan lokasinya paling menguntungkan dari pada pengedaran di Sumatra.
Titik Masuk Narkoba Lampung
Akademisi Sosiologi Fisip Unila itu menyebut biasanya penyeludupan narkoba melalui jalur laut sebagai titik masuk (entry point) ke Pulau Sumatra. Hal itu mulai dari wilayah Aceh, Sumatra Utara, Riau, dan Sumatra Selatan.
Berdasarkan studi kriminologi, peredaran narkoba dalam jumlah besar memiliki banyak pembahasan dalam kerangka organisasi kejahatan lintas negara (transnational criminal organizations).
Bahkan, data BNN menyebut sindikat organized crime asal Malaysia, Taiwan, dan Tiongkok, sebagai kelompok paling gencar menyelundupkan narkoba ke Indonesia.
“Setelah sampai di daratan Indonesia, para sindikat narkoba mendayagunakan seluruh jalur distribusi agar barangnya bisa segera masuk pasar,” kata dia.
Selain melibatkan bandar besar, peredaran narkoba juga menyasar kelompok kecil masyarakat.
Salah satunya pengemudi ojek online (Ojol), asal Telukbetung Timur, Bandar Lampung, Makmuri (29), yang mendapatkan paket pakaian. Namun, isinya ternyata narkoba jenis sabu lewat pesanan aplikasi Ojol.
Modus itu menjadi ancaman bagi para driver aplikasi online. Sebab, peredaran narkoba juga merambah di berbagai marketplace online.
Ia menyebut, ada kecenderungan penggunaan marketplace online juga bisa menjadi media bertransaksi. Biasanya komunitas tersebut bersifat tertutup.
Penjual dan pembeli saling terkoneksi di platform grup media sosial dan menggunakan pola atau kode tertentu untuk menyamarkan transaksi agar sulit terdeteksi.
“Situasi dan modus ini menjadi tantangan dan ancaman dalam pemberantasan penyalahgunaan narkoba,” kata dia.
Kepolisian dan BNN menjadi institusi paling masyarakat harapkan dalam mencegah peredaran narkoba di Lampung. Upaya penanggulangan kejahatan harus berlangsung dengan beragam pendekatan, baik yang bersifat penal maupun nonpenal.
“Kedua pendekatan itu penting agar masyarakat dan stakeholders lainnya dapat turut andil dalam mencegah peredaran narkoba di Lampung,” kata dia.