Kotabumi (Lampost.co): Sidang perdana gugatan sengketa tanah ahli waris, Suwandi Suharto, menghadirkan 4 saksi. Sidang berlangsung di Ruang Cakra, Pengadilan Negeri Kelas II Kotabumi, Kamis, 29 Februari 2024. Sebagai tergugat H. M Yusuf Syahmin (MYS) yang mengklaim tanah sengketa seluas 1.250 m2 masuk pada sertifikatnya.
Hakim Ketua Edwin Adrian memimpin sidang dengan anggota Hengky Alexander Yao, Muamar Azmar Mahmud Fariq, serta panitera pengganti (PP) Amalia.
Penggugat menghadirkan 4 saksi, yakni Syahrul Agus, Wagimin, M Syarif, dan Syafarudin. Keempat saksi dalam sidang menguak fakta baru. Bahwasanya tidak ada bantahan, maupun pertanyaan berarti dari kuasa hukum tergugat.
Penasihat hukum ahli waris dari Kantor Hukum Aan and Partner, Aan Darmawan, membenarkan hal tersebut usai menjalani sidang siang.
Aan menilai saksi-saksi yang hadir sangat terkait keterangannya antara satu dan lainnya. Sehingga dapat membuka mata hakim, untuk melihat secara yuridis alat bukti yang hadir dalam sidang, dengan keterangan para saksi.
“Sayang sekali, tidak ada pertanyaan maupun bantahan terjadi dalam sidang. Padahal hakim telah memberikan kesempatan kepada kuasa hukum untuk bertanya dan membantahnya. Baik itu alat bukti, maupun kesaksian dari para saksi,” kata Aan.
Dia menambahkan pihak BPN/ATR Lampura sendiri, sempat bertanya kepada Syahrul Agus, salah satu saksi dari penggugat MYS. Dalam keterangan saksi, bahwa yang bersangkutan hanya menjual tanahnya seluas 800 m2 dalam bentuk surat legal.
Namun, kata dia, pembuatan sertifikat menjadi 1.250 m2. Sehingga tidak ada bantahan, adanya pengambilan/penyerobotan tanah seluas 400 m2 milik kliennya atau melawan hukum.
“Ini menguntungkan bagi kami. Sebab tidak ada bantahan terhadap keterangan saksi maupun bukti-bukti yang diajukan di persidangan,” tambahnya.
Disisi lain, kuasa hukum tergugat, HM Yusuf Syahmin dari Kantor Hukum Hubaka, Bandar Lampung, Hafiz Abdul Aziz, menilai saksi-saksi yang dihadirkan penggugat bukan orang terlibat langsung dalam perkara tersebut. Sebab, hanya mendengar cerita dan tidak mengikuti proses jual beli tanah.
“Mereka, saksi-saksi itu hanya mendengar cerita dan tanda tangan saja. Bukan mengikuti proses sebenarnya. Seperti pengukuran tanah dan lainnya. Inilah poin yang kami ambil,” katanya.
Sertifikat Tanah Jadi Agunan
Adapun sertifikat hak milik tersebut masih menjadi agunan di pihak perbankan BUMN. “Sertifikat terbit itu sekitar tahun 1996, dan setahun berikutnya jadi jaminan pinjaman ke BNI. Ini kan ada dua institusi, perbankan dan BPN agraria, hingga dapat menjadi jaminan. Perbankan dapat mengeluarkan pinjaman pasti melalui pemeriksaan tersendiri. Sehingga kami mengganggap legal dan resmi SHM ini,” pungkasnya.
Sidang akan berlanjut pada 7 Maret 2024, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari tergugat. Yang rencananya akan menghadirkan 4 orang saksi. Selanjutnya pada 8 Maret 2024 akan meninjau lokasi.
Sebelumnya, gugatan persoalan sengketa tanah dengan korban atau penggugat yakni ahli waris, Suwandi Suharto (almarhum) tidak dapat diselesaikan dengan cara mediasi oleh pihak Pengadilan Negeri (PN) Kotabumi. Hingga kasus yang menyeret BPN/ ATR Kotabumi itu terus berlanjut ke persidangan.
Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News.