Medan (Lampost.co): Ternyata masih banyak masyarakat yang tidak bisa mendefinisikan apa itu wartawan profesional dan wartawan yang tidak memiliki kode etik jurnalistik. Hingga saat ini pun banyak masyarakat terutama yang memiliki kedudukan jabatan seperti kepala desa, kepala sekolah, kepala dinas, ataupun kepala jabatan lainnya merasa takut bila bertemu atau berinteraksi dengan wartawan. Bahkan ada pula yang trauma akibat pernah menjadi korban pemerasan oleh oknum yang mengaku wartawan.
Di era digital saat ini, di mana pun, siapa pun dapat mengaku wartawan. Penting untuk mengetahui cara membedakan wartawan resmi dan wartawan abal-abal, berikut tips menghadapi wartawan abal-abal yang indikasinya hanya untuk kepentingan memeras.
Baca juga: Kapala Pekon di Tanggamus Resah Kerap Datang Oknum Mengaku Wartawan
Ahli Pers Dewan Pers, Iskandar Zulkarnain yang juga Anggota Dewan Redaksi Media Group (Media Indonesia, MetroTV, Lampung Post, Medcom.id) menerangkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, media atau perusahaan pers itu harus berbadan hukum. Menurutnya, sudah menjadi amanat dalam Undang-Undang tentang Pers bahwa wartawan itu berkerja secara profesional sementara bagi perusahaan pers juga harus bersifat profesional.
“Wartawan itu punya kompetensi, mulai dari muda, madya dan utama. Apabila ada wartawan yang datangi atau mau mewawancarai. Kita berhak mengetahui identitas, nama media, dan apakah wartawan tersebut sudah lulus uji kompetensi atau belum. Kita berhak bertanya nama wartawan dan asal muasal dari media atau perusahaan pers mana,” ujar Iskandar yang juga Ketua Dewan Kehormatan PWI Lampung, pada kegiatan Sumut Inspiring Teacher 2024, Selasa, 19 November 2024.
“Dengan bertanya dan mengecek melalui website resmi Dewan Pers. Jadi bapak ibu bisa mengetahui wartawan tersebut adalah wartawan dan dari perusahaan pers yang abal-abal,” sambungnya.
Berikut cara mengenali wartawan resmi dan wartawan abal-abal bisa dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal berikut:
Wartawan Profesional
Identitas yang Jelas:
- Wartawan resmi biasanya memiliki kartu pers yang dikeluarkan oleh media tempat mereka bekerja.
- Kartu pers ini biasanya mencantumkan nama, foto, nomor kartu pers, serta nama media.
Bekerja untuk Media Terkenal:
- Wartawan resmi umumnya bekerja untuk media yang masyarakat kenal luas dan memiliki reputasi yang baik.
- Media tersebut bisa berupa koran, majalah, stasiun TV, radio, atau portal berita online yang tepercaya.
Lisensi atau Akreditasi:
Wartawan resmi seringkali terdaftar di organisasi pers atau memiliki akreditasi dari lembaga terkait seperti Dewan Pers di Indonesia.
Perilaku Profesional:
- Mereka menjalankan tugas dengan profesionalisme, etika jurnalistik, dan memiliki sikap yang sopan.
- Mereka mengikuti kode etik jurnalistik dalam peliputan dan penulisan berita.
Pengetahuan Mendalam:
- Wartawan resmi biasanya memiliki pengetahuan mendalam tentang topik yang mereka liput.
- Mereka melakukan riset dan wawancara dengan narasumber yang relevan.
Kode Etik Jurnalistik
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme.
Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati 11 Pasal dalam Kode Etik Jurnalistik:
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Wartawan Tak Berkode Etik atau Abal-abal
Identitas yang Meragukan atau Tidak Ada:
- Wartawan abal-abal seringkali tidak memiliki kartu pers atau menggunakan kartu pers palsu.
- Identitas yang mereka tunjukkan bisa jadi tidak resmi atau tidak valid.
Tidak Jelas dari Mana Mereka Berasal:
- Mereka mungkin mengklaim bekerja untuk media yang tidak dikenal atau fiktif.
- Tidak ada informasi yang jelas mengenai alamat redaksi, nomor telepon, atau situs web resmi.
Tidak Terdaftar atau Tidak Memiliki Akreditasi:
Wartawan abal-abal biasanya tidak terdaftar di organisasi pers atau tidak memiliki pengakuan akreditasi.
Perilaku Tidak Profesional:
Mereka mungkin berperilaku tidak sopan, memaksa, atau mengancam untuk mendapatkan informasi atau keuntungan pribadi.
Mereka mungkin tidak mematuhi kode etik jurnalistik dengan pengetahuan yang dangkal
- Wartawan abal-abal mungkin tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang topik yang mereka liput.
- Mereka seringkali tidak melakukan riset yang cukup atau tidak memiliki sumber yang dapat dipercaya.
Tips Menghindari Wartawan Abal-abal
Berikut tips menghadapi atau menghindari wartawan abal-abal;
- Selalu meminta dan memeriksa kartu pers atau identitas resmi wartawan.
- Verifikasi informasi dengan menghubungi media tempat wartawan tersebut bekerja.
- Jika ada keraguan, lebih baik menolak untuk memberikan informasi atau wawancara.
- Laporkan wartawan abal-abal kepada pihak berwenang atau organisasi pers terkait seperti Dewan Pers dan kepolisian.
Dengan mengenali ciri-ciri di atas, kita bisa lebih berhati-hati dan memastikan bahwa informasi yang kita berikan atau terima berasal dari sumber yang kredibel.
Tips Menghadapi Wartawan
Iskandar memberikan tips menghadapi wartawan dengan percaya diri dan profesionalisme. Antara lain:
- Persiapkan diri dengan baik sebelum wawancara.
- Kenali topik yang akan menjadi pembahasan dan siapkan jawaban yang jelas dan terperinci.
- Jujurlah saat wartwan mewawancarai. Jika ada yang tidak diketahui, jangan ragu untuk mengakuinya. Namun usahakan memberikan jawaban yang informatif.
- Tetap fokus pada pesan utama yang ingin disampaikan.
- Hindari pembicaraan yang tidak relevan atau menjawab secara singkat.
- Pastikan untuk memberikan nama, jabatan, dan informasi yang jelas kepada wartawan agar tidak terjadi kesalahan dalam penulisan.
Dia menerangkan pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melakukan kegiatan jurnalistik, yaitu mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi.
Pers dapat menggunakan berbagai media, seperti media cetak, media elektronik, dan saluran lain yang tersedia. Penyampaian informasi dapat berupa tulisan, suara, gambar, data, dan grafik.
Pers memiliki beberapa fungsi, antara lain media informasi, media pendidikan, media hiburan, lembaga ekonomi, media kontrol sosial, aat pengamat sosial, alat sosialisasi, dan alat korelasi sosial.
Iskandar menambahkan ada 3 hak dalam UU Pers. Pertama, hak koreksi yaitu hak seseorang atau masyarakat untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baik.
Kedua, hak jawab yaitu hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi atau pemberitaan oleh pers, baik tentang diri sendiri maupun tentang orang lain. “Jadi jika pemberitaan pers merugikan, bapak-ibu punya hak jawab,” katanya.
Ketiga, hak tolak, yakni pada Pasal 1 Ayat 10 Undang-Undang Pers menyatakan bahwa hak tolak adalah hak wartawan untuk menolak mengungkapkan identitas sumber berita yang harus mendapat perlindungan kerahasiaan. Ini juga ada dalam aturan UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 4 ayat 4 yang menyatakan bahwa wartawan memiliki hak tolak saat mempertanggungjawabkan pemberitaannya di depan hukum. Penjelasan Pasal 4 Ayat 4 UU Pers menegakkan bahwa tujuan hak tolak adalah melindungi sumber informasi dengan menolak menyebut identitas mereka, terutama saat penyidik memintai keterangan kepada wartawan atau saat menjadi saksi di pengadilan.
Referensi: Dewan Pers
Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News