Bandar Lampung (Lampost.co) — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya fraud atas klaim BPJS tiga rumah sakit. Data itu berdasarkan hasil kerja sama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), BPJS, dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
.
“KPK bersama Kemenkes, BPJS dan BPKP membentuk tim bersama untuk penanganan fraud. Ini karena kita pikir sudah ngumpulin iuran susah. Ternyata penggunaannya ada orang secara sengaja mengajukan klaim fiktif dan menggembosi pengeluaran.,” kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 24 Juli 2024.
.
Kemudian ia mengatakan, temuan itu ketahuan usai tim melakukan audit atas klaim BPJS pada tiga rumah sakit di provinsi berbeda. KPK enggan merinci nama perusahaannya. Namun, pastinya rumah sakitnya milik swasta pada Sumatra Utara (Sumut) dan Jawa Tengah (Jateng).
.
Selanjutnya ia mengatakan, modus kecurangan terjadi berupa manipulasi catatan medis. Total temuan lebih dari tiga ribu klaim fiktif.
.
“Ternyata tiga rumah sakit ada tagihan klaim 4.341 kasus. Tapi sebenarnya ada 1.000 kasus pada buku catatan medis. Jadi sekitar tiga ribuan itu terklaim sebagai fisioterapi. Tapi sebenarnya enggak ada pada catatan medis,” uja nya
.
Keuntungan
.
Kemudian Pahala mengatakan, sebagian dari mereka menggelembungkan jumlah penanganan medis untuk mendapatkan keuntungan lebih. Sebagian temuan bahkan menggunakan nama peserta BPJS yang tidak pernah berobat untuk melakukan klaim.
.
“Kita lihat juga katarak pada tiga rumah sakit 39 pasien kita sama. Sebenarnya hanya 14 pasien yang patut tindakan operasi katarak. Tapi ada klaim, semua operasi katarak, kita cek, kita bilang ‘ini operasinya satu mata klaimnya dua mata’, kira-kira begitu waktu itu,” ucap Pahala.
.
Selanjutnya KPK mengindikasikan dua jenis fraud dalam klaim BPJS ini. Pertama yakni phantom billing yakni klaim tanpa ada pasien. Lalu, medical diagnose yang tidak pas.
.
“Kalau medical diagnose orangnya ada terapinya ada klaimnya kegedean, kira-kira gitu ya. Secara sengaja terapi dua kali diklaim sepuluh kali,” papar Pahala.
.
Kemudian ia mengatakan, permainan kotor itu merugikan negara miliaran. Pahala menjelaskan temuan pada salah satu rumah sakit Sumut merugikan negara Rp1 miliar sampai Rp3 miliar. Lalu, ada juga rumah sakit Sumut merugikan negara Rp4 miliar sampai Rp10 miliar. Terakhir, rumah sakit Jateng merugikan negara Rp20 miliar sampai Rp30 miliar.