Bandar Lampung (Lampost.co)– Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1990 tentang Kebebasan Pers telah mengatur cara kerja jurnalistik. Dalam undang-undang itu menjelaskan tugas jurnalis adalah mencari, menulis, dan menyiarkan informasi.
Ahli Pers Dewan Pers, Iskandar Zulkarnain mengungkapkan, selain 3 tugas itu bukan bagian dari kerja jurnalistik yang pers lakukan. Terlebih jika ada jurnalis yang meminta uang dan memeras narasumber.
Baca juga: Tips Menghadapi Wartawan, Membedakan Wartawan Profesional dan Wartawan Tak Berkode Etik
“Wartawan yang melakukan pemerasan bisa dijerat menggunakan pasal pidana. Bukan melalui mekanisme Dewan Pers,” ungkapnya saat jadi pembicara di Sumut Inspiring Teacher, Selasa, 19 November 2024.
Kemudian, narasumber juga bisa mengetahui keabsahan jurnalis melalui situs Dewan Pers. Wartawan profesional identitasnya terdaftar di Dewan Pers dan perusahaan persnya memiliki badan hukum.
“Kalau bapak ibu khawatir, bisa mengecek dulu identitas wartawan dan medianya di situs Dewan Pers secara online,” kata dia.
Pemimpin Perusahaan Lampung Post itu juga menjelaskan, pers harus berimbang dalam memuat berita dengan memberikan hak jawab kepada narasumber. Jika tidak, maka narasumber bisa mengadukan wartawan ke ranah pidana atau kepada Dewan Pers.
Wartawan juga wajib memberikan hak koreksi tidak hanya kepada narasumber tapi kepada publik. Kewajiban ini berkaitan untuk melakukan perubahan materi berita jika terdapat kekeliruan dalam penulisan.
Kemudian, wartawan memiliki hak untuk menolak mengungkap identitas narasumber. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1 ayat 10 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Kebebasan Pers.
“Hak tolak tujuannya untuk melindungi sumber informasi dengan menolak menyebut identitas terlebih ketika berhadapan dengan hukum,” jelas Ketua Dewan Kehormatan PWI Lampung itu.
Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News