Jakarta (Lampost.co)–Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut ada 10 faktor utama yang membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) masuk dalam daftar nominasi tokoh korup oleh OCCRO.
Penilaian yang Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) ini cuma berkontribusi besar terhadap korupsi dan pelanggaran hukum serta HAM di tahun 2024. Meskipun penghargaan “Person of the Year” akhirnya jatuh kepada mantan Presiden Suriah, Bashar al-Assad.
Berdasarkan Pengurus YLBHI menyampaikan hal tersebut melalui keterangan tertulis yang dibagikannya melalui website resminya, ylbhi.or.id pada 3 Januari 2025.
Baca Juga: Begini Respon Jokowi Mendapat Penghargaan Tokoh Dunia Terkorup
Berikut 10 faktor utama yang membuat Jokowi sebagai pemimpin yang korup dan melanggar hukum, menurut YLBHI.
- Pelemahan KPK
Revisi UU KPK (2019) melemahkan independensi lembaga antirasuah, termasuk pemberhentian 51 pegawai yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan. - Revisi UU Minerba
Regulasi ini mempermudah eksploitasi sumber daya alam tanpa melibatkan partisipasi masyarakat, yang berdampak pada kerusakan lingkungan dan mengabaikan hak masyarakat terdampak. - Omnibus Law
UU ini dipaksakan meski mendapat penolakan publik. Jokowi juga mengintimidasi pihak yang menolak kebijakan ini dengan menggunakan aparat negara. - Praktik Nepotisme dan KKN di BUMN
Penunjukan relawan politik sebagai pejabat BUMN menunjukkan minimnya prinsip meritokrasi dan sarat kepentingan politik. - Kembalinya Dwifungsi Militer
Jokowi memperluas jabatan sipil yang dapat diisi oleh militer aktif, menghidupkan kembali praktik dwifungsi militer di era reformasi. - Penggunaan Intelijen untuk Kepentingan Politik
Intelijen digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan oposisi serta partai politik lain demi kepentingan politik pemerintah. - Represi dan Kriminalisasi
Menilai Jokowi menggunakan aparat negara untuk menekan aksi masyarakat sipil, baik dalam penolakan UU maupun pelanggaran HAM di Papua. - Proyek Strategis Nasional
Proyek ini bertendensi merampas ruang hidup rakyat, seperti kasus di Wadas, Pulau Komodo, hingga deforestasi besar-besaran untuk pembangunan. - Nepotisme Kekuasaan
menilai Jokowi memobilisasi aparat untuk mendukung anak dan menantunya dalam politik, termasuk revisi UU Pilkada yang memajukan jadwal pemilu. - Korupsi Sistematis
Bentuk korupsi yang tertuduhkan mencakup penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi, manipulasi hukum, dan penggunaan fasilitas negara untuk kampanye.
Meski masuk nominasi, penilaian ini menuai pro dan kontra di masyarakat. Banyak pihak menilai temuan OCCRP mencerminkan situasi demokrasi dan penegakan hukum yang memburuk selama pemerintahan Jokowi.