Bandar Lampung (Lampost.co) — Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Lampung mencatat terjadi sebanyak 2.709 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) sepanjang 2025.
Kepala Dinkes Lampung, Edwin Rusli mengatakan kasus tersebut tersebar pada seluruh kabupaten/kota dengan total angka kematian sejumlah 11 kasus.
“Sepanjang 2025 hingga saat ini ada 2.709 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 11 orang,” ujarnya, Senin, 24 Februari 2025.
Sementara, Kabupaten Lampung Utara menjadi wilayah dengan jumlah kasus tertinggi mencapai 721 kasus. Kemudian Lampung Tengah 298 kasus, Tulang Bawang Barat 288 kasus, dan Pringsewu 205 kasus.
Lalu Kota Metro 197 kasus, Pesawaran 193 kasus, Tulang Bawang 179 kasus, Way Kanan 140 kasus, dan Lampung Timur 116 kasus. Kemudian Mesuji 82 kasus, Bandar Lampung 77 kasus, Lampung Barat 72 kasus, dan Lampung Selatan 71 kasus.
“Tanggamus 40 kasus dan Kabupaten Pesisir Barat tercatat 30 kasus DBD,” tuturnya.
Adapun kejadian kematian akibat DBD tercatat sebanyak 11 kasus yang tersebar pada lima kabupaten. Kasus kematian pada Lampung Tengah sejumlah 4 kasus, Lampung Utara 3 kasus, Pesawaran 2 kasus, Mesuji 1 kasus, dan Pringsewu 1 kasus.
Kemudian berdasarkan data Dinkes Provinsi Lampung, terjadi peningkatan tren penyakit DBD. Tercatat sebanyak 9.228 kasus masyarakat terjangkit DBD dengan jumlah kematian mencapai 31 kasus di tahun 2024. Angka ini meningkat signifikan bila membandingkan dengan 2023 yang tercatat sebanyak 2.141 kasus dan kematian sebanyak 8 kasus.
Selanjutnya. Pemerintah Provinsi Lampung melalui Dinas Kesehatan mengimbau kabupaten/kota untuk siaga terhadap peningkatan kasus DBD. “Sudah terbit Surat Edaran Gubernur No. 17 Tahun 2025 tentang kesiapsiagaan menghadapi terjadinya peningkatan kasus infeksi DBD,” katanya.
Kemudian pendistribusian logistik dalam upaya meningkatkan deteksi dini infeksi dengue. Terlebih kepada seluruh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terus tergalakkan untuk selanjutnya terdistribusikan kepada seluruh Puskesmas.
“Termasuk melakukan penguatan surveilans dengue (DBD) yang dapat termonitor. Ini sebagai alat kewaspadaan dini terhadap peningkatan kasus serta respon cepat penanggulangan KLB,” katanya.