Bandar Lampung (Lampost.co)–Berdasar pemetaan yang dilakukan Kantor Bahasa Provinsi Lampung (KBPL), bahasa Lampung berada pada kondisi rentan. Hal itu lantaran jumlah penutur yang makin minim.
Data teranyar, jumlah penutur bahasa daerah yang hidup di masyarakat Lampung sekitar 6.000 orang. Jumlah itu ialah penutur berbagai bahasa daerah di Lampung, antara lain bahasa Jawa, Lampung, Sunda, Bali, Semendo, dan Bugis.
“Dari jumlah itu, sangat sedikit penutur bahasa Lampung,” kata Kepala Kantor Bahasa Provinsi Lampung, Desi Ari Pressanti, saat taklimat media massa di Hotel Amalia Bandar Lampung, Rabu, 22 November 2023.
Guna meningkatkan jumlah penutur bahasa Lampung, KBPL menyusun bahan pembelajaran bagi sekolah-sekolah di seluruh kabupaten/kota. Pembelajaran dikemas dalam bentuk menarik, berupa puisi, cerita, hingga komedi tunggal. “Kami sebagai fasilitator mendorong revitalisasi bahasa Lampung di kalangan siswa,” ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga senantiasa melakukan pembaharuan pada kamus daring bahasa Lampung. “Bahasa bersifat dinamis, selalu berkembang untuk menghadapi perkembangan zaman. Termasuk bahasa Lampung,” kata dia.
Kamus daring bahasa Lampung tersebut sudah mengakomodasi dialek A dan O di dalamnya. Pihaknya menyosialisasikan cara pemanfaatan kamus tersebut melalui kegiatan Kamus Masuk Sekolah. “Kami terus mengupayakan kemahiran masyarakat dalam berbahasa, termasuk mengimbas bahasa Lampung ke semua pihak, utamanya kalangan siswa,” kata Desi.
Guna membantu berbagai profesi yang berkaitan dengan kebahasaan, seperti jurnalis, pihaknya menyediakan aplikasi produk pengembangan bahasa dan sastra Halo Bahasa. Kemudian, Kantor Bahasa juga aktif meningkatkan kemahiran berbahasa Indonesia bagi aparat hukum. Berawal dari banyaknya aduan masyarakat terkait UU ITE, kami meningkatkan kemahiran berbahasa penegak hukum. Sekarang ini banyak kasus yang berawal dari status di media sosial dan berujung pada aduan ke kepolisian,” ujarnya.
Dia menyatakan rasa bahagia atas diterimanya bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi sidang umum UNESCO. “Kami segera menyusun bahasa sidang yang akan dipakai di UNESCO,” kata Desi.
Produk Penerjemahan
Sebelumnya, pada Selasa (21/11), KBPL mengadakan sosialisasi produk penerjemahan. Kegiatan tersebut bertujuan memperluas jangkauan informasi mengenai produk yang dihasilkan, yakni 29 buku cerita dwibahasa Indonesia-Lampung.
Kepala Dinas Perpustakaan Lampung, Riski Sofyan, mengatakan buku cerita anak dwibahasa itu dapat menanamkan rasa kecintaan membaca sejak dini. “Kami percaya bahwa buku bukan hanya sebagai alat pembelajaran, melainkan juga sebagai jendela dunia yang membawa anak-anak mengembara ke tempat-tempat baru, menyaksikan petualangan yang menarik, dan memahami nilai-nilai kehidupan,” kata dia.
Riski menekankan pentingnya peran orang tua, guru, dan komunitas dalam mendukung program literasi. “Mari, bersama-sama menciptakan lingkungan yang mendukung kebiasaan membaca, tidak hanya di sekolah, tetapi juga di rumah dan di masyarakat,” ujarnya.
Peran aktif semua pihak akan menjadi fondasi kuat dalam membangun budaya literasi yang berkelanjutan.
Nurjanah