Bandar Lampung (Lampost.co): Rektor Institut Teknologi Sumatera (Itera) Prof I Nyoman Pugeg Aryantha menegaskan perlunya perubahan sistematis dalam industri pangan nasional, khususnya ihwal ketergantungan pada tepung terigu impor. Ia mendorong penggunaan tepung mocaf sebagai substitusi dan mengajak pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat berperan aktif.
Menurut Nyoman, langkah penguatan pangan berbasis singkong harus mulai dari hulu melalui inovasi teknologi dan edukasi publik. Pemerintah perlu menyusun regulasi yang mendorong percepatan transisi tersebut.
“Kita harus mulai dari hulu, yakni teknologi. Kita juga harus menyosialisasikan pemahaman ini secara luas dan mengajak masyarakat terlibat dalam produksi produk berbasis tepung termodifikasi,” ungkapnya dalam Podcast Itera Talks Lampung Post Update, di Studio Lampung Post, Kamis, 11 Desember 2025.
Nyoman menyebut konsumsi mie instan nasional sebagai peluang besar untuk keanekaragaman bahan baku dalam negeri. Indonesia menjadi konsumen mie terbesar kedua di dunia dengan nilai pasar triliunan rupiah, tetapi seluruh produksi mie instan masih menggunakan terigu impor.
“Artinya, produksi mie instan selama ini mensejahterakan petani di luar negeri,” katanya.
Nyoman menyatakan optimisme bahwa teknologi tepung mocaf mampu memenuhi standar industri. Ia juga menilai tekstur mie berbahan mocaf sudah memenuhi kualitas. Karena itu ia mendorong kebijakan afirmatif bagi industri.
“Kalau 50 persen saja kita wajibkan perusahaan mie instan menggunakan tepung mocaf, dampaknya besar. Secara tekstur kami tidak meragukan kualitasnya,” tegasnya.
Meski begitu, ia mengakui adanya hambatan dalam mekanisme pasar. Proses produksi mocaf masih menggunakan teknologi konvensional sehingga biaya produksi meningkat. Ia menilai modernisasi teknologi menjadi kunci agar mocaf mampu bersaing secara komersial.
“Teknologi lama memakan waktu 20–30 hari, ini membuat ongkos produksi lebih mahal,” ujarnya.
Skala UMKM
Untuk menjawab tantangan itu, Itera membangun unit produksi mocaf skala UMKM sebagai pusat pembelajaran. Fasilitas ini akan menjadi model yang dapat menjadi replikasi masyarakat dan pelaku usaha.
“Setelah set-up unit ini selesai, kami akan menyosialisasikannya kepada masyarakat dan pemangku kebijakan. Kami berharap banyak UMKM tumbuh dan bisa kami dampingi agar standar serta quality control tetap terjaga,” jelas Nyoman.
Ia menegaskan bahwa substitusi terigu melalui penguatan komoditas lokal tidak hanya memperkuat ketahanan pangan, tetapi juga menyejahterakan petani dalam negeri. Dengan dukungan regulasi, teknologi, dan edukasi, mocaf berpeluang masuk ke rantai pangan nasional yang lebih mandiri.








