Bandar Lampung (Lampost.co) — Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Lampung, Thomas Amirico berikan alasan atas kekhawatiran dan protes calon wali murid.
Hal ini terkait keadilan dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) jalur domisili. Keluhan utama yang berpusat pada perubahan kriteria seleksi jalur domisili yang kini memprioritaskan nilai rapor akademik. Dari pada dengan faktor jarak rumah.
Isu tersebut menjadi sangat krusial mengingat proses penerimaan siswa baru merupakan persoalan tahunan yang sangat menjadi penantian dan seringkali menimbulkan ketegangan di masyarakat.
Baca juga: Disdikbud Lampung Jelaskan Alasan Polemik SPMB Jalur Domisili
Karena menyentuh langsung hak dasar pendidikan dan keadilan akses ke sekolah negeri.
Polemik tersebut semakin mencuat dengan adanya kasus spesifik di SMAN 2 Bandar Lampung, seorang calon siswa yang berdomisili hanya 50 meter dari sekolah tidak lolos seleksi. Sementara peserta lain dengan jarak hingga 2 kilometer justru diterima.
“Pergeseran kebijakan ini menciptakan kebingungan, kekecewaan, dan rasa ketidakadilan di kalangan orang tua. Banyak yang merasa dirugikan karena di bawah sistem zonasi sebelumnya, kedekatan domisili seringkali menjadi pertimbangan utama,” kata Thomas.
Perbahan Mendasar SPMB
Ia jelaskan, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dalam Permendikdasmen No. 3 Tahun 2025 dan Perubahan dari PPDB ke SPMB, telah melakukan perubahan mendasar dalam sistem penerimaan siswa baru.
“Dalam jalur domisili untuk jenjang SMA pada SPMB 2025, prioritas utama seleksi adalah nilai akademik. Jika terdapat kesamaan nilai akademik antar calon murid, barulah faktor domisili terdekat dengan sekolah tujuan akan menjadi pertimbangan sebagai penentu,” ujarnya.
Selanjutnya, jika masih sama, usia calon murid yang lebih tua akan menjadi kriteria, dan terakhir berdasarkan waktu pendaftaran.
Perubahan kebijakan ini berlatar belakangi oleh tujuan untuk mengatasi berbagai isu yang muncul pada sistem zonasi sebelumnya. Terutama kecurangan data domisili yang sering terjadi.
Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk mendorong pemerataan akses pendidikan yang lebih berkeadilan. Memberikan peluang bagi siswa dengan nilai akademik yang baik meskipun jarak rumahnya relatif jauh.
Hal ini untuk dapat terakomodir melalui jalur domisili sebaran yang memiliki kuota 30 persen.
“Sistem zonasi sebelumnya di anggap menciptakan “kasta” atau “sekolah favorit” berdasarkan nilai Ujian Nasional/rapor, yang tidak sejalan dengan prinsip keadilan Pancasila,” kata Thomas menegaskan.
Oleh karena itu, penerapan sistem zonasi yang mulai pada tahun 2017 bermaksudkan untuk menciptakan reformasi sekolah secara menyeluruh.
Serta menjadi salah satu strategi untuk percepatan pemerataan pendidikan yang berkualitas.
Thomas Amirico telah secara terbuka mengakui adanya polemik dan keluhan yang meluas terkait sistem SPMB jalur domisili yang kini memprioritaskan nilai rapor.
Lapor Kementerian Pendidikan
Thomas berencana untuk melaporkan langsung keluhan-keluhan tersebut kepada Kementerian Pendidikan.
Harapannya, laporan ini akan mendorong Kementerian untuk melakukan evaluasi menyeluruh atau memberikan solusi konkret terhadap persoalan yang muncul.
“Dinas Pendidikan Provinsi Lampung berada dalam posisi sebagai pelaksana. Kami jalankan peraturan atau aturan yang sudah Kementerian Pendidikan tetapkan. Oleh karena itu, kami tidak dapat memberikan solusi mandiri terhadap keluhan yang ada,” katanya.