Bandar Lampung (Lampost.co) – Suasana hangat menyelimuti Perpustakaan Daerah Provinsi Lampung, Senin, 27 Oktober 2025. PKBI Lampung bersama Program INKLUSI menggelar Festival Restorative Lampung, ajang yang mengajak masyarakat melihat sisi lain dari pemuda yang pernah berhadapan dengan hukum maupun yang memiliki keterbatasan.
Beragam kegiatan menarik tersaji, mulai dari talkshow, healing therapy, tarian tradisional, musik akustik, hingga nyanyian isyarat dari siswa SLBN PKK Provinsi Lampung. Anak binaan LPKA Kelas II Bandar Lampung juga turut menampilkan karya dan bakat mereka dengan penuh percaya diri.
Duta Remaja sekaligus relawan PKBI Lampung, Rahmat Nur Hudawi, menuturkan bahwa festival ini menjadi penutup dari program pemberdayaan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) yang selama ini dijalankan PKBI.
“Kami ingin menunjukkan bahwa setiap orang, meski punya masa lalu yang tidak mudah, tetap berhak meraih masa depan yang baik,” ujar Rahmat.
Ia menegaskan, kegiatan ini berupaya menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya inklusi sosial dalam proses pemulihan anak-anak yang pernah tersandung masalah hukum.
“Harapannya, masyarakat bisa melihat bahwa mereka yang dulu dianggap bermasalah ternyata bisa berkarya, tampil percaya diri, dan membawa perubahan positif,” tambahnya.
Festival Pertama
Rahmat juga mengungkapkan bahwa festival ini merupakan yang pertama di Lampung. Meski sempat menghadapi keterbatasan tenaga relawan dan pengalaman dalam penyelenggaraan acara besar, kerja sama berbagai pihak membuat kegiatan ini berjalan sukses.
“Kami melibatkan 82 peserta dari berbagai dinas, organisasi, dan komunitas. Jika responnya positif, kami berharap bisa menjadikannya agenda tahunan,” ujarnya.
Wakil Ketua III Pengurus Nasional PKBI Pusat Jakarta, Safira Machrusah, menjelaskan kegiatan ini dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda.
“Sumpah Pemuda 1928 menjadi semangat bagi generasi muda untuk bersatu dan berjuang. Anak-anak yang pernah berhadapan dengan hukum pun memiliki hak untuk bangkit dan berkontribusi bagi bangsa,” kata Safira.
Menurutnya, nilai-nilai kemanusiaan dalam Pasal 28 UUD 1945 menjadi landasan penting dalam menjunjung hak asasi manusia, termasuk bagi kelompok muda dengan keterbatasan.
“Kami ingin masyarakat memahami bahwa inklusivitas sosial bukan sekadar wacana, tetapi wujud nyata bahwa setiap orang punya kesempatan yang sama untuk berubah dan berkembang,” tegasnya.
SLBN PKK Provinsi Lampung dan Deep Talk Lampung Camp turut menduung acaea itu. Suara musik, tawa penonton, dan semangat para peserta membuktikan bahwa pemulihan dan perubahan bisa tumbuh dari ruang-ruang inklusif seperti Festival Restorative Lampung.








