Bandar Lampung (Lampost.co) — Enam organisasi mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung (FISIP UNILA) menggelar nonton bareng (nobar) dan diskusi film Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak karya Mouly Surya. Kegiatan ini menjadi ruang alternatif bagi mahasiswa untuk membicarakan isu feminisme, kesetaraan gender, HAM, hingga demokrasi.
Film yang dirilis 2017 itu berangkat dari cerita pendek karya Garin Nugroho yang kemudian berkembangbersama oleh Mouly Surya menjadi naskah film. Cerita berpijak pada realitas sosial masyarakat pedesaan Nusa Tenggara Timur, terutama soal patriarki, kekerasan terhadap perempuan, dan perlawanan terhadap ketidakadilan struktural.
Kemudian alam alur ceritanya, tokoh Marlina digambarkan sebagai simbol resistensi terhadap dominasi laki-laki. Ia merepresentasikan perempuan yang berani mengambil alih kendali atas tubuh, martabat, dan keadilan. Film ini kemudian banyak mendapat apresiasi karena mengangkat isu perempuan dalam bingkai sosial yang kritis.
Sementara kegiatan nobar ini tergagas secara kolektif oleh enam lembaga. Yakni Taman Diskusi, Himagara Unila, HMJ Sosiologi, HMJ Administrasi Bisnis, HMJ Hubungan Internasional Unila, dan Himadippus Unila.
Selanjutnya usai pemutaran film, lanjut diskusi bersama akademisi FISIP Unila Khairunnisa Simbolon, Kepala Divisi Advokasi LBH Lampung, Prabowo Pamungkas. dan Koordinator Program Solidaritas Perempuan Sebay Lampung Amnesty Amalia Utami.
Sementara panitia pelaksana, Raden Leo Three Pawaka, mengatakan. Agenda tersebut berawal dari kegelisahan mahasiswa terhadap ruang-ruang diskusi FISIP Unila yang mulai jarang dihidupkan.
“Kami melihat situasi FISIP mengalami degradasi. Ada pergeseran ruang yang seharusnya intens menyelenggarakan kegiatan diskusi, nobar, atau agenda lain berbau sosial politik. Karena itu, kami berinisiatif membuat forum ini agar suasana FISIP kembali melek isu sosial politik,” ujarnya, Minggu, 31 Agustus 2025.
Kegiatan Kolektif
Kemudian menurutnya, kegiatan kolektif lintas organisasi mahasiswa ini juga menjadi ajang memperkuat solidaritas antar komunitas. Semua pihak terlibat secara merata dalam menyusun, menyiapkan, dan menyukseskan acara.
“Penyelenggaraan kegiatannya sederhana, sistemnya kolektif, dan tiap komunitas sama rata tugasnya. Harapannya ini bisa terus konsisten,” katanya.
Selanjutnya Leo menambahkan, agenda diskusi semacam ini penting untuk menjaga tradisi intelektual lingkungan kampus. Ia menilai forum dialektika merupakan identitas mahasiswa yang tidak boleh hilang di tengah derasnya arus hiburan praktis.
“Kami berharap kegiatan seperti ini bisa rutin terlaksanakan. Karena forum diskusi merupakan ruh kampus yang jangan sampai hilang,” tegasnya.
Kemudian terkait pemilihan film, ia menjelaskan Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak karena sarat dengan isu kemanusiaan, perlawanan, dan hak asasi manusia. Hal itu relevan dengan dinamika sosial politik Indonesia saat ini.
“Perlawanan tokoh dalam film menjadi cermin tuntutan keadilan. Hal ini kami kaitkan dengan situasi Indonesia sekarang, di mana hak-hak perempuan masih kurang terpenuhi. Pesan perlawanan itu juga menyuarakan demokrasi dan HAM,” tutupnya.