Jakarta (Lampost.co)–Berkurban merupakan ibadah yang pada saat Hari Raya Iduladha. Berkurban juga menjadi momen yang tepat untuk berbagi dengan sesama.
Secara umum, kurban merupakan ibadah dengan menyembelih hewan seperti kambing, sapi, unta, maupun domba. Tujuan dari kurban adalah sebagai wujud ketaatan hamba terhadap Sang Pencipta serta bentuk rasa empati dan simpati terhadap kaum fakir.
Pelaksanaan kurban telah ada syariat Islamnya mulai dari waktu pelaksanaan hingga kriteria hewan buat kurban. Bahkan golongan yang berhak menerima daging kurban pun sudah ada aturannya. Karena Rasulullah SAW sendiri pernah bersabda untuk membagikan daging dari hewan yang seorang muslim kurbankan.
Baca Juga: Jumlah Hewan Kurban di Masjid Al-Muawanah Meningkat
Berdasarkan hadis tersebut, pihak-pihak yang berhak menerima daging kurban terbagi dalam beberapa golongan, antara lain orang yang berkurban, tetangga, teman, dan kerabat, serta fakir miskin.
Orang kaya menerima kurban
Lalu bagaimana jika orang kaya ikut menerima daging kurban, apakah dibolehkan?
Melansir NU Online, hukum dasar dari kurban adalah sunah, dan anjuran tersebut untuk kepada orang-orang yang memiliki harta lebih atau mereka yang tergolong kaya.
Hukum kurban dapat berubah menjadi wajib dengan dua hal. Pertama dengan nazar. Orang yang mengucapkan nazar untuk menyembelih kurban, maka hukum kurbannya menjadi wajib.
Kedua dengan ucapan kesanggupan berkurban dan telah menentukan hewan pilihannya, seperti seseorang menyatakan; “aku jadikan kambing ini sebagai kurban”.
Dalam mendistribusikan daging kurban, terjadi perbedaan aturan antara kurban sunah dan wajib. Ada dua poin yang menjadi pokok permasalahan. Pertama hukum menyerahkan daging kurban wajib kepada orang kaya.
Dalam kajian fiqihnya, kurban wajib harus menyedekahkan semuanya kepada fakir miskin. Ini menegaskan bahwa kurban wajib tidak boleh unutuk pihak berkurban, serta tidak boleh untuk orang kaya. Sebab, itu tidak disebut sedekah melainkan sebatas ith’am (memberikan hidangan).
Karena itu, jika kurban wajib tidak tersalurkan seluruhnya ke fakir miskin, semisal ada sebagian yang untuk pihak berkurban, maka ia harus menggantinya. Yakni dengan daging lain dan menyerahkannya kepada fakir miskin.
Dalam kitab Hasyiyah Al-Jamal disebutkan:
Artinya, “Adapun kurban nazar maka harus disumbangkan seluruhnya, sebagaimana dalam penjelasan Ar-Ramli dan Ibnu Hajar.” (Sulaiman Al-Jamal, Hasyiyah Al-Jamal, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2013] juz VIII, halaman 226).
Artinya; “(Tidak boleh memakannya) dan mestinya tidak boleh memberikan kepada orang kaya, demikian penjelasan Ibnu Qasim. Dalam kitab Al-Mughni bahwa, “Dan jika orang yang berkurban memakannya, maka dia harus menggantinya”.” (Abdul Hamid As-Syirwani, Hawasyis Syirwani [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2015] juz XII, halaman 280).