Bandar Lampung (Lampost.co) — Perubahan sosial ekonomi karena proses industrialisasi telah membawa dampak yang signifikan terhadap keberlangsungan budaya tradisional. Khususnya dalam hal permainan dan musik tradisional.
Pegiat Budaya, Iswadi Pratama mengatakan bahwa fenomena ini merupakan kondisi tidak hanya terjadi pada Provinsi Lampung, tetapi juga seluruh dunia. Iswadi menyebut, peralihan peradaban dari agraris ke industrialisasi Indonesia mengubah pola hidup masyarakat secara menyeluruh.
Pada masa kehidupan agraris dahulu. Masyarakat cenderung menciptakan berbagai bentuk permainan, musik, tari, dan seni lainnya. Hal ini untuk memeriahkan suasana saat menjelang panen atau pun menjelang masa tanam.
Pada masa ini kata Iswadi, bentuk-bentuk permainan musik tradisional berkembang pada era agraris. Ekspresi seni ini tumbuh subur dalam lingkungan pertanian.
“Permainan tradional seperti folklor, gobak sodor, dan lain sebagainya juga muncul pada kalangan masyarakat agraris. Karena, ekosistemnya mensyaratkan adanya lahan pertanian yang luas,” kata Iswadi Rabu, 13 Maret 2024.
Namun kondisi ini kian mengalami perubahan sejak bergesernya fokus perekonomian dari agraris ke industri. Iswadi menjelaskan bahwa pada masa ini, lahan pertanian mulai berkurang karena tergantikan oleh perkebunan dan pabrik-pabrik. Perubahan ini menurutnya tak dapat terhindari dan menyebabkan ekosistem budaya tradisional menjadi terganggu.
“Seiring dengan itu, bentuk-bentuk ekspresi budaya baik musik dan juga permainan anak-anak itu juga ikut hilang karena ekosistem tempatnya bertumbuh sudah tidak ada lagi,” kata Iswadi.
Kondisi ini semakin perparah dengan munculnya perkembangan teknologi informasi. Berdampak besar terhadap generasi yang hidup di era kemajuan teknologi (generasi Z). Pada masa ini, kata Iswadi, anak-anak sejak lahir sudah terbiasa dengan permainan dan hiburan digital yang berkembang pesat. Hal ini membuat mereka kehilangan koneksi dengan akar budaya dan tradisi yang telah ada sebelumnya.
Revitalisasi
Untuk mengatasi hal ini, Iswadi menuturkan bahwa upaya revitalisasi budaya tradisional perlu terwujudkan. Pelestarian budaya menututnya tidak cukup hanya melalui festival-festival budaya yang hanya bersifat sementara, tetapi juga dengan memasukkan unsur-unsur budaya lokal kedalam kurikulum pendidikan.
Selain itu, para pemangku kebijakan juga melibatkan generasi muda, termasuk para gamers, dalam merancang permainan yang mengangkat nilai-nilai budaya tradisional. “Ini merupakan salah satu cara untuk mendekatkan generasi muda dengan warisan budaya leluhur mereka,” tambahnya.
Hilangnya budaya pada suatu daerah menurut Iswadi akan membuat suatu masyarakat kehilangan sejarah. Masyarakat yang tidak mengenal sejarah maka akan kehilangan sumber nilai yang berkaitan dengan identitas dan ekspresi masyarakat.
“Budaya itu bukan soal nilai. Lebih dari itu budaya adalah tentang makna. Ketika itu semua tidak ada maka tidak ada lagi eksistensi, dan kita kehilangan sumber nilai kita,” ujarnya