Bandar Lampung (Lampost.co) — Manuskrip kuno berjudul Ingok Perjanjian Kita resmi masuk daftar Ingatan Kolektif Nasional (IKON) 2025. Naskah ini menjadi salah satu warisan budaya Lampung dengan pengakuan secara nasional karena memuat nilai historis dan kepercayaan leluhur yang kuat.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Lampung, Fitrianita Damhuri, menyampaikan bahwa naskah tersebut kini tersimpan di Museum Lampung. Menurutnya, pengakuan ini menegaskan pentingnya menjaga manuskrip kuno sebagai identitas dan memori budaya masyarakat Lampung.
“Penetapan ini diharapkan menjadi dorongan untuk menjaga naskah kuno sebagai sumber pengetahuan dan kebanggaan budaya bangsa,” ujarnya, Senin, 20 Oktober 2025.
Kepala Bidang Deposit, Akuisisi, dan Pengelolaan Bahan Pustaka Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Lampung, Yanti Hakim, menjelaskan bahwa manuskrip ini tertulis di atas kulit kayu halim menggunakan aksara hat atau sukat Lampung. Sebagian teks menggunakan bahasa Melayu kuno, Arab, dan Banten, dengan ketebalan mencapai 40 lembar. Perkiraan, naskah tersebut berasal dari abad ke-17 hingga ke-18.
Yanti mengungkapkan, isi naskah merekam masa ketika pembukaan hutan belantara menjadi pemukiman. Masyarakat saat itu melakukan perjanjian gaib dengan 33 makhluk penghuni hutan, seperti jin, setan, dan buta.
Dalam perjanjian itu, ada ritual pemotongan kerbau putih bertanduk hitam. Lalu bagian tubuhnya—dari daging hingga limpa—dibagikan kepada setiap unsur makhluk gaib sebagai bentuk penghormatan dan permohonan izin.
Transisi Budaya
Ritual tersebut bukan sekadar tradisi spiritual, tetapi juga menandai transisi budaya dari pengaruh Hindu-Buddha menuju Islam. Jejak tradisi ini masih terlihat dalam ritual ruatan pembukaan ladang hingga upacara adat laut di sejumlah kampung di Lampung.
“Ingok Perjanjian Kita adalah cermin transisi kepercayaan. Naskah ini hidup dalam adat Lampung hingga sekarang,” tegas Yanti.
Pengakuan ini membuka ruang lebih luas untuk riset dan pelestarian naskah kuno sebagai bagian dari identitas budaya Lampung dan memori kolektif bangsa.








